Para ahli menggambarkan eksudat sebagai “sesuatu yang keluar dari luka”, “cairan
luka”, “drainase luka” dan “kelebihan cairan normal tubuh”. Bahkan pada masa
mesir kuno eksudat didefinisikan sebagai “wound balsm”.
Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya
vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti
histamine dan bradikinin.
Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses
penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit
sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim
dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut.
3. Volume eksudat.
Untuk mengetahui volume eksudat maka salah satu tools yang dapat
digunakan adalah “wound exudates continuum” yang dikembangkan oleh
Gray (2005). Parameter tools ini adalah volume dan vikositas eksudat yang
dapat mengindikasikan proses penyembuhan berlangsung normal atau tidak.
Contoh:
Apabila pada hari pertama didapatkan volume skor 3 (medium) dan vikositas
1 (low) maka total skor eksudatnya 4. Pada hari ketiga didapatkan volume
skor 5 (high) dan vikositasnya skor 3 (medium) sehingga total skor menjadi 8.
Hal ini menunjukkan luka bertambah buruk dan memerlukan re-evaluasi
termasuk penentuan dressing yang tepat
5. Bau (odour) eksudat.
Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh:
Pertumbuhan bakteri atau infeksi.
Jaringan nekrotik.
Sinus/enteric atau urinary fistula.
Secara quantitative, salah satu tools yang dapat digunakan untuk
menggambarkan bau eksudat adalah TELER Indikator.
Pada saat mengganti balutan, penting untuk membaca eksudat. Warna,
konsistensi, bau dan volume eksudat merupakan tanda baca yang perlu
diperhatikan.
0 comments:
Posting Komentar