Infolinks In Text Ads
den ger
Interaksi obat terjadi bila 2 atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih obat berubah. Obat-obat yang besar kemungkinannya terlibat dalam interaksi obat adalah : obat yang rentang terapinya sempit, obat yang memerlukan pengendalian dosis yang teliti, dan obat yang menginduksi atau menghambat sistem enzim mikrosom hepatik sitokrom P450 monooksigenase.
Mekanisme interaksi obat:
1.Interaksi farmakokinetika
Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi.
a.Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah. Dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa dan kelarutan obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah dalam organ pencernaan (meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung).
Bentuk sediaan terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Ukuran partikel bentuk sediaan juga mempengaruhi absorbsi obat. Makin kecil ukuran partikel, luas permukaan yang bersinnggungan dengan pelarut makin besar sehingga kecepatan melarut obat makin besar. Sifat fisika kimia obat, bentuk kristal atau polimorf, kelarutan dalam lemak/air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi absorbsi obat. Faktor biologis saluran cerna meliputi variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung, dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorbsi.
Setelah diabsorbsi obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ organ dan jaringan seperti otot, lemak, jantung dan hati. Sebelum mencapai reseptor, obat melalui bermacam macam sawar membran, pengikatan oleh protein plasma, penyimpanan dalam depo jaringan dan mengalami metabolisme.
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang bersifat polar. Molekul obat yang tidak terlarut dalam cairan tersebut tidak dapat diangkut secara efektif ke permukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respon biologis. Oleh karena itu molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut walaupun sedikit dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang tetap utuh atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan jumlahnya cukup untuk dapat menimbulkan respon biologis.
3 fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah:
1.Fase farmasetik, yang meliputi proses fabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorbsi ke tubuh.
2.Fase farmakokinetik, yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat (ADME). Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respon biologis.
3.Fase farmakodinamik yaitu fase terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fase ini berperan dalam timbulnya respon biologis obat.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses –proses sebagai berikut :
1.Obat disimpan dalam depo jaringan.
2.Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3.Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.
4.Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
-Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
-Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
-Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik (biotoksifikasi).
5.Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap utuh atau mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut sisi kehilangan. Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sifat kimia fisika molekul obat, seperti kelarutan dalam lemak/air, derajat ionisasi, kekuatan ikatan obat reseptor, kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan. Contoh sisi kehilangan : protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif ke bentuk tidak aktif dan proses ekskresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme. Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat-depo penyimpanan bersifat terpulihkan (reversibel), bila kadar obat dalam darah menurun maka obat akan dilepas kembali ke cairan darah. Contoh depo penyimpanan : jaringan lemak, hati, ginjal, dan otot.
b.Ikatan obat protein (pendesakan obat) meliputi obat bebas/ aktif dan obat terikat /tidak aktif.
c.Metabolisme hepatik meliputi induksi enzim (penurunan konsentrasi obat) dan inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi obat).
d.Klirens ginjal meliputi peningkatan ekskresi (penurunan konsentrasi obat) dan penurunan ekskresi (peningkatan konsentrasi obat)
Reseptor Obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup mengandung gugus fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat khas, yang dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsional khas, menghasilkan respon biologis tertentu.
2.Interaksi Farmakodinamika meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak langsung, gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
a.Orang usia lanjut
b.Orang yang minum lebih dari 1 macam obat
c.Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d.Pasien dengan penyakit akut
e.Pasien dengan penyakit yang tidak stabil
f.Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu
g.Pasien yang dirawat oleh lebih dari 1 dokter
Kondisi klinis pasien adalah yang terpenting dalam mengantisipasi perkembangan interaksi obat yang serius. Pasien usia lanjut mempunyai resiko yang lebih tinggi karena beberapa sebab, pasien ini lebih berkemungkinan untuk memperoleh terapi berbagai macam obat, mereka seringkali memiliki gangguan fungsi ginjal dan hati, dan biasanya pemahaman mereka terhadap pengobatan buruk, mengakibatkan banyak masalah, termasuk kepatuhan dalam pengobatan.Banyak dari mereka yang mengalami gangguan degeneratif yang dapat mempengaruhi banyak sistem dan mengganggu mekanisme kompensasi homeostatik.
Kejadian interaksi obat meningkat secara eksponensial dengan jumlah obat yang diminum. Ginjal dan hati adalah organ utama yang berperan dalam eliminasi obat dari tubuh, maka gangguan fungsi ginjal dan hati akan meningkatkan resiko interaksi obat. Contoh obat-obat yang interaksinya bermakna klinis meliputi obat yang rentang terapinya sempit (anti epilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, teofilin, warfarin), obat yang memerlukan pengaturan dosis teliti (obat anti diabet oral, antihipertensi), Penginduksi enzim (asap rokok, barbiturat contoh fenobarbital, fenitoin, griseofulvin, karbamazepine, rifampisin), penghambat enzim (amiodaron, diltiazem, eritromisina,fluoksetin,ketokonazol, metronidazol, natrium valproat, cimetidin, ciprofloksasin, verapamil).
Strategi dalam penatalaksanaan interaksi obat meliputi :
a.Hindari kombinasi obat yang berinteraksi dengan resiko obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus mempertimbangkan obat pengganti dengan pemilihan obat pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik.
b.Penyesuaian dosis, jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan interaksi.
c.Memantau pasien,jika hal ini dianggap relevan dan praktis. Pemantauan dapat meliputi hal – hal berikut ini :
-Pemantauan klinis untuk menemukan berbagai efek yang tidak diinginkan. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang dokter dan informasi ditulis pada catatan medik pasien.
-Pengukuran kadar obat dalam darah. Hal ini dapat diperlukan bila tersedia sarana pemantauan yang memadai dan bila ada pertimbangan interaksi potensial yang berbahaya.
-Pengukuran indikator interaksi, contoh pemantauan international normalized ratio (INR) untuk pasien yang memperoleh pengobatan dengan warfarin.
d.Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya bila interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jiak kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan.
den ger
Tahapan proses:
A.Karakteristik Pasien:
-Nama Pasien:
-Usia Pasien :
-Jenis Kelamin :
-Pasien Lama / Pasien Baru :
-Pekerjaan :
- No RM :
- BB / TB :
- Vital Sign :
- Life style :
> mobilitas :
> makanan / minuman yang dikonsumsi (nutrisi ):
> keadaan sosial ekonomi
> Lingkungan
> Aktivitas apa yang harus dibatasi terkait dengan penyakit yang diderita
> Riwayat alergi pasien , mungkin terhadap hewan ? cuaca? Atau hal lain?
> Merokok ? Minum Alkohol ? Fast food n soda Consumptions ?
- Kriteria pemilihan pasien :
Pasien mengalami tiga atau lebih masalah pengobatan
Pasien yang mendapatkan lebih dari 5 macam obat
Pasien yang mendapat obat dengan indeks terapeutik sempit (contoh lainnya,dasar bukti kategori indeks terapi sempit)
Pasien yang mendapatkan obat dengan resiko efek samping obat tinggi
Pasien yang mendapatkan penggunan obat dengan tekhnik – tekhnik khusus
Pasien usia lanjut / geriatric yang kronis
Pasien – pasien yang cenderung inkomplience
B.Karakteristik Penyakit :
- Diagnosa datang :
- Keluhan Penyakit :
- Gejala / Simptom :
- Riwayat penyakit Pasien :
- Pernah ke dokter atau tidak sebelumnya? Apa diagnosis sebelumnya?
- kekambuhan gejala ?
- Deskripsi Penyakit : (semua kategori panyakit yang diderita, detail penyakit secara umum & terkait )
C. Karakteristik obat :
-Nama Obat dan Pabriknya :
Patent :
Generik :
-Indikasi :
-Mekanisme kerja obat:
-Kontra Indikasi :
-Efek Samping Obat yang umum terjadi, yang jarang terjadi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya :
-Dosis / takaran
-Frekuensi pemakaian / aturan pakai
-Saat pemakaian (disertai jam)
-Lama pemakaian (sampai kapan batas pemakaiannya? )
-Yang harus dilakukan bila lupa
-Resiko bila aturan pakai tidak dipenuhi
-Bila obat belum habis masih bisa dipakai lagi atau tidak? Berapa lama batas waktu obat masih layak digunakan?
-Data ED obat ?
-Tanda – tanda kesembuhan
-Cara mengetahui kalau obat rusak atau tidak layak dikonsumsi lagi
-Dosis Maksimal :
-Peringatan :
-Interaksi Obat :
•Interaksi obat dengan obat :
•Interaksi Obat dengan makanan : (jenis makanan apa saja yang mempengaruhi) dan makanan / minuman apa yang harus dihindari ?
- Jenis DRP :
DRP kategori 1 (Pasien memerlukan tambahan terapi Obat )
1.Kondisi yang tidak diterapi
2.Terapi yang sinergis atau potensial
3.Profilaksis atau terapi preventif
DRP kategori 2 ( Pasien mendapat terapi obat yang tidak perlu )
1.Obat Tanpa Indikasi
2.Penggunaan obat yang recreational
3.Terapi non obat lebih tepat (Terapi non farmakologi)
4.Duplikasi Terapi
5.Terapi ROTD yang bisa dihindari
DRP kategori 3 ( Pasien mendapatkan obat yang salah)
1.Bentuk sediaan tidak tepat
2.Adanya kontra indikasi
3.Kondisi yang sukar diobati
4.Obat yang tidak diindikasikan untuk kondisi tertentu
5.Adanya obat yang lebih efektif
DRP kategori 4 ( Pasien mendapatkan dosis terlalu rendah)
1.Dosis salah
2.Frekuensi tidak tepat
3.Durasi tidak tepat
4.Tidak tepat penyimpanan
5.Tidak tepat cara pemberian
DRP kategori 5 ( Pasien mengalami ROTD)
1.Obat yang tidak aman bagi pasien
2.Reaksi alergi
3.Interaksi Obat
4.Meningkatkan atau menurunkan dosis terlalu cepat
5.Efek yang tidak diinginkan
DRP Kategori 6 ( Dosis terlalu tinggi untuk pasien )
1.Dosis yang salah
2.Frekuensi tidak tepat
3.Durasi tidak tepat
4.Interaksi Obat
DRP Kategori 7 ( Pasien tidak patuh )
1.Produk obat tidak tersedia
2.Pasien tidak mampu membeli
3.Pasien tidak bisa menelan dan sejenisnya
4.Pasien tidak memahami instruksi
5.Pasien tidak menyukai obat tersebut
6.Pasien lupa minum obat
-Cara pemakaian obat (lebih baik disertai gambar) termasuk langkah – langkahnya
-Jenis Obat lain yang sejenis dilengkapi pabrik dan sediaannya
-Cara menyimpan obat yang benar
-Cara pembuangan sisa obat
-Perlu tidaknya mengurangi stop pemakaian obat, sebab lupa/ bosan/ sehat/ tak ada efeknya/ ESO ?
-Riwayat alergi terkait obat dan makanan ?
-Solusi dalam mengatasi permasalahan terkait obat dan pasien
-Tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat
D. Jenis Konseling yang digunakan :
a)Harus dapat membongkar fenomena ICEBERG (kesulitan obat yang tidak terselesaikan, masalah emosi terpendam yang tidak diketahui dokter dan farmasis, enggan menyatakan masalah yang sebenarnya, melakukan medication error, tidak melaporkan ESO)
b)Mendata masalah konseling terkait dengan hal - hal yang dapat menggagalkan tujuan terapi (buat pertanyaan dan solusi jawaban)
c)Tekhnik untuk mengatasi Hambatan - hambatan dalam konseling obat :
-Adakah hambatan dari pasien , Seperti pasien mengalami gangguan fungsi (mental, penglihatan, pendengaran, buta huruf , gangguan lisan) ?
-Adakah hambatan pasien mengalami gangguan emosi (marah, resah, takut, malu) ?
-Solusi gunakan empati dan terbuka
-Adakah hambatan dari farmasis ? seperti ganngguan vocal? Sikap yang tidak sesuai ? Ruang yang tidak sesuai ?
-Solusi : CLOSER ( C – control distraction, L- Learn toward patien, O – open body postur, S – squarely face patient, E – Eye contact, R – Relax)
-Adakah hambatan dari lingkungan Farmasi ? seperti halangan fisik di farmasi, konter farmasi yang terlalu sesak, dering telephone yang terlalu kuat, sistem panggilan pasien yang tidak tepat, gangguan dari pegawai farmasi, atau pasien lainnya?
-Solusinya? Menyiapkan tempat komunikasi senyaman dan seprivacy mungkin, dan mengurangi atau menghilangkan barier yang dapat berupa barier fisik (lingkungan RS) dan non fisik ( berasal dari pasien atau apoteker )
d)Strategi konseling
- Resep baru :
Three Prime Questions techniques :
1.Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda?
oMasalah dan Simptom apa yang ingin dihilangkan?
oApa yang harus dilakukan ?
oTujuan terapi ?
oPerubahan life style?
oMasalah atau gejala apa yang perlu ditolong?
oApa yang harus dilakukan ?
2.Bagaimana penjelasan dokter tentang cara pakai obat anda?
oData semua obat yang diresepkan dan jelaskan secara detail /terperinci!
oBerapa kali minum obat kata dokter?
oBerapa banyak minum obat kata dokter?
oBerapa lama harus diminum ?
oApa kata dokter bila lupa minum 1 dosis ?
oBagaimana menyimpan obat ?
oApa arti 3 x ? Atau arti aturan minum obat?
oDosis dan cara pakai : Bila lupa minum, Diet khusus, Instruksi khusus.
3.Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum atau memakai obat anda?
oHasil yang diharapkan
oYang harus diwaspadai
oKemungkinan efek samping
oMenurut dokter efek membaik yang bagaimana yang akan anda alami?
oBagaimana anda tahu bahwa obat ini bekerja
oMenurut dokter efek samping yang bagaimana yang harus anda waspadai ?
oApakah yang harus anda lakukan bila ada efek samping ?
oKewaspadaan apakah yang harus dilakukan selama makan obat ini ?
oApa yang akan anda lakukan bila obat ini tidak bekerja ?
Explore dan identifikasi masalah minum obat
Komunikasi dengan empati & Respon (Aktif listening)
Verifikasi akhir / Final Verification :
Meminta pasien untuk mengulang instruksi
Untuk meyakinkan bahwa pesan tidak ada yang terlewat
Koreksi bila ada mis informasi
Kata – kata :
Hanya untuk meyakinkan bahwa pesan saya tidak ada yang terlewat, dapatkah anda menceritakan kembali cara Anda makan obat ?
Dengarkan pasien, koreksi mis informasi, tekankan kembali hal – hal penting dan tambahkan kekurangan informasi
Tanyakan kepada pasien apakah ada hal – hal yang ingin ditanyakan ?
Kembangkan dan Follow up
-Resep Ulangan :
Metode Show n Tell Techniques :
Untuk obat yang pernah dipakai contoh inhaler
Untuk memastikan pemahaman pasien dan pemakaian obat kronis yang telah dipakai sebelumnya dengan benar
Tekhnik ini mengkombinasikan prime Question dengan verifikasi final ke dalam suatu proses yang pendek
Dimulai dengan farmasis menunjukan obat kepada pasien terkait obat dalam resep dan menerangkan dengan memperagakan cara pakainya, farmasis menuntun dialog dengan memodifikasikan three prime questions:
-Untuk apa anda minum obat ini ?
-Bagaimana anda meminumnya ?
-Masalah apa yang anda alami ?
Perhatikan bahasanya sebab nama dokter dihilangkan sebagai referensi
Karena pasien lama maka dianggap telah lama memakainya dan telah memiliki pengetahuan mengenai obatnya !
Farmasis dapat mendeteksi masalah ketidaktaatan ataupun adanya efek obat yang tidak dikehendaki
Explore dan identifikasi masalah minum obat
Komunikasi dengan empati & Respon (Aktif listening)
Verifikasi akhir, wawancara ditutup dengan tawaran farmasis akan bantuan kepada pasien.
Kembangkan dan Follow up
Menyampaikan informasi terkait dg konseling, merujuk pasien kepada dokter bagi pasien tidak patuh , mendapat efek samping yang berat, tidak mendapatkan manfaat terapi yang optimal.
e)Open Ended Questions
f)Memonitoring dan memotivasi kepatuhan (mengenal secara pasti masalah – masalah lain terhadap penggunaan obat dan detailkan )
g)Pendataan masalah pengambilan obat
-Pasien mengalami masalah terkait Etiket / tidak ?
-Pasien mengerti cara penggunaan obat atau tidak ?
-Pasien tahu kegunaan obat atau tidak ?
-Pasien tahu cara minum obat atau tidak ?
-Pasien menunjukan tanda tanda efek samping obat atau tidak? Apakah ada riwayat alergi sebelumnya? Keluhan terkait obat?
-Pengaturan strategi member tahu secara lisan, information sheet atau melibatkan pihak ketiga.
h)Memuji dan memberikan dukungan terhadap hal – hal benar yang sudah diketahui.
i)Menutup konseling bila pasien sudah paham dan tidak ada lagi pertanyaan seraya memberikan kesempatan dilain waktu bila memerlukan konsultasi kembali.
Terakhir buat simulasi konselingnya(forum Tanya – jawab antara pasien dan farmasis)
den ger
Praktek KIE
Konseling obat merupakan suatu proses untuk membantu pasien mengelola penggunaan obat dan masalah kesehatannya, dimana terdapat proses tukar pikiran dan interaksi langsung dengan pasien. Tujuan utama dengan Konseling dan Informasi Edukasi obat diharapkan pasien lebih taat mengikuti intruksi sehingga dapat tercapai kesembuhan dan kesehatan optimal. KIE merupakan upaya tercapainya patient safety dan merupakan bagian dari Pharmaceutical care patient focus dan medication process management yang bergantung dari attitude, knowledge, skill dari farmasis yang dapat menghasilkan feedback hasil positif / negatif patient safety.
Untuk dapat memberikan counseling yang baik, dibutuhkan keterampilan berkomunikasi, karena counseling merupakan komunikasi 2 arah dengan sasaran mengenalkan pendekatan pasien secara interactive dalam counseling obat. Farmasis harus memfokuskan usaha untuk mengukur pemahaman pasien dengan cara melibatkan pasien secara aktif dalam proses konseling.
Komunikasi yang optimal akan mendukung pertukaran informasi dan pembelajaran yang efektif. Salah satunya yang harus diperhatikan adalah kesiapan tempat komunikasi dibuat senyaman dan seprivasi mungkin untuk mengurangi dan menghilangkan barier baik berupa barier fisik yang berasal dari lingkungan apotik, maupun non fisik yang berasal dari pasien maupun farmasis.
Untuk mengidentifikasi dan mengurangi barier fisik dan non fisik hal hal yang perlu dilakukan meliputi :
1.Meminimasikan barier lingkungan
a.Tingkatkan privasi
Bila tidak dimungkinkan menciptakan ruangan khusus maka dapat dilakukan sebagai berikut : kurangi barier fisik semaksimal mungkin, pusatkan perhatian ke pasien, condongkan badan ke arah pasien, kontak mata, hindarkan interupsi, suara jangan terlalu keras supaya tidak terdengar orang lain.
2.Mengatasi barier dari farmasis
Hindarkan jarak yang tidak tepat (terlalu dekat atau terlalu jauh), hindarkan gerakan – gerakan yang tidak perlu, hindarkan nada suara yang tidak menyenangkan, relax.
3.Menyesuaikan dengan Barrier dari pasien
Farmasis harus peka terhadap pesan non verbal dari pasien. Biasanya adalah barier karena emosi. Apakah dia takut, malu, marah, bahagia? Barier ini harus dicairkan dahulu sebelum counseling dilakukan, dengan memakai empati. Cari tahu apa yang diinginkan pasien, ekspresikan pengertian anda, hindarkan sikap menolak dan tetap membuka diri dan siap.
Beberapa tekhnik verbal untuk melibatkan pasien dalam proses counseling
1.Prime questions
2.Final verification
3.Show and tell
Dengan cara ini farmasis memastikan bahwa pasien memahami dengan benar bagaimana memakai obatnya, bukan hanya memberi informasi. Farmasis akan menanyakan langsung dengan open ended question, mengisi kekurangan informasi bila perlu dan menyimpulkan secara singkat. Dengan cara ini banyak keuntungannya seperti menghemat waktu, tidak membosankan bagi pasien yang telah tahu, proses ini memungkinkan farmasis mengembangkan dialog dengan pasien sehingga menimbulkan kepuasan kedua belah pihak, pada akhir konseling keduanya yakin bahwa pasien memahami pemakaian obatnya, sehingga menghasilkan terapi yang baik.
Ada beberapa tekhnik untuk menyatakan pemahaman kita akan perasaan pasien. Tingkat empati yang sangat dasar adalah respon yang sederhana yang merefleksikan pemahaman farmasis akan perasaan pasien. Tingkat empati level kedua disebut active listening termasuk paraphrasing, mengulang kembali pernyataan pasien merefleksikan emosi dan situasi lingkungan yang menciptakan emosi. Tingkat empati level ketiga pernyataan pemahaman termasuk perasaan dan interpretasi dari masalah yang ada di dasarnya. Ketiga tipe respon ini dipakai sendiri sendiri atau kombinasi sampai keadaan emosi pasien membaik.
KIE memiliki metode dan tekhnik yang berbeda beda seperti dalam pemilihan OTC/ obat bebas, Nutrisi, Herbal/Shinshe, Resep Dokter, Menganalisa dan selektif memilihkan obat untuk pasien yang memiliki penyakit akut, penyakit kronis, Pasien rawat jalan, pasien pulang rawat inap. KIE diberikan dengan basic EBM (Evidence base medicine).Pendekatan KIE perlu sistematis karena pasien mempunyai perilaku penggunaan obat yang sangat bervariasi, farmasis perlu menyelesaikan pengambilan keputusan penggunaan obat dan memberikan solusi yang sistematik disamping farmasis perlu proaktif melakukan penilaian masalah yang konsisten dan mendokumentasikan.
Kriteria pemilihan pasien :
1.Pasien mengalami tiga atau lebih masalah pengobatan.
2.Pasien yang mendapatkan lebih dari 5 macam obat
3.Pasien yang mendapat obat dengan indek terapi sempit
4.Pasien yang mendapatkan obat dengan resiko efek samping obat tinggi
5.Pasien yang mendapatkan penggunaan obat dengan tekhnik- tekhnik khusus
6.Pasien usia lanjut / geriatri yang kronis
7.Pasien yang cenderung incomplience
Dalam menghadapi pasien yang datang dengan pemilihan obat bebas / OTC, Farmasis harus dapat membantu memilihkan dan menjelaskan deskripsi singkat obat tersebut dan peka menyingkap fenomena Iceberg meliputi keadaan pasien yang mempunyai kesulitan tentang obat yang tidak terselesaikan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh dimana pasien akhirnya memilih mengobati sendiri sakitnya, pasien enggan menyatakan masalah yang sebenarnya, dan tidak melaporkan efek samping obat serta melakukan medication error. Sedangkan untuk pasien yang pernah menjadi pasien ambulatori atau rawat jalan di RS atau Puskesmas kita dapat menggunakan metode Prime Questions techniques termasuk untuk pasien dengan kasus akut dan show n tell techniques untuk yang kronis.
Pendekatan konseling obat yang berorientasi masalah meliputi :
1.Pengumpulan data termasuk biodata pasien, pemahaman tentang penyakit dan penggunaan obat, bagaimana pasien mengurus pengobatannya, tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.
2.Mendata masalah konseling terkait dengan hal hal yang dapat menggagalkan tujuan terapi.
3.Merancang dan strategi konseling.
Meliputi menyampaikan informasi terkait dengan konseling, dan merujuk pasien kepada dokter bila pasien tidak mendapatkan manfaat terapi yang optimal.
4.Memonitoring dan memotivasi kepatuhan
Tekhnik konseling terdiri dari : memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan konseling obat yang diberikan, melaksanakan metoda konseling (three prime question, final verification, show n tell, open ended question), mendengar aktif dan empatik, follow up konseling.
Metode Three prime question meliputi pertanyaan untuk pasien baru seperti beberapa pertanyaan ulangan untuk mengetahui apakah pasien tersebut mengerti apa yang disampaikan setelah kita memberikan penjelasan mengenai obat yang dipilih seperti simptom apa yang hendak dihilangkan, tujuan terapi, perubahan livestyle, cara pakai (berapa kali sehari, berapa banyak, berapa lama, cara penyimpanan obat) dan harapan kesembuhan. Final Verification terdiri dari meminta pasien untuk mengulang instruksi, meyakinkan bahwa pesan tidak ada yang terlewat, koreksi bila ada mis informasi. Show n tell untuk obat yang pernah dipakai contoh inhaler, suppositoria, atau pasien penyakit kronis, dilakukan untuk memastikan pemahaman pasien.
Informasi terkait obat meliputi nama obat, nama generik obat, khasiat dan kegunaan, tujuan pemakaian obat, dosis atau takaran, cara pemakaian/ rute pemberian, saat pemakaian, frekuensi pemakaian, lama pemakaian, yang harus dilakukan kalau lupa, resiko bila aturan pakai tidak dipatuhi, ESO yang umum terjadi dan apa yang harus dilakukan, obat bebas yang harus dihindari, makanan/minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dibatasi/ dihindari, cara penyimpanan obat yang benar, cara pembuangan sisa obat, mengurangi stop pemakaian obat bila disebabkan lupa/bosan/sehat/tak ada efeknya/ESO, mengalami ESO, dan hal- hal lain yang ingin diketahui tentang obatnya.
Metode Lain yang digunakan SOAP (contoh SOAPER,SOAPIE,SNOCAMP) , FARM dan PAM.
Pada SOAPER ( plus Education and Return Instructions), SOAPIE (plus Intervention and Evaluation), SNOCAMP ( Subjective, Nature of presenting problem,Objective,Conselling,Assesment,Medical decision making and Plan).
Pada Metode PAM ( Problem,Action,Monitoring) dijelaskan Problem terkait dengan resep itu sendiri (administratif, pharmaceutical, clinic) penyakit, nutrisi, psikososial, pekerjaan, lingkungan. Action berupa upaya untuk mengatasi problem –problem tersebut secara efektif. Monitoring merupakan pemantauan terhadap problem klinik, nutrisi psikososial yang sesuai dengan kondisi pasien (home care).
FARM / Finding Assesment Recommendation Monitoring atau temuan, penilaian, penyelesaian, pemantauan . Langkah pertama dengan Mengidentifikasi masalah terkait obat seperti : obat berlebihan, tidak mendapat obat yang diperlukan, obat tidak efektif, Dosis obat terlalu rendah, reaksi efek samping obat yang tidak diinginkan, dosis obat terlalu tinggi, pasien tidak patuh. Finding atau temuan klinis menunjukan apakah suatu masalah terkait obat potensial atau mungkin terjadi atau memang sudah terjadi. Terdiri dari data demografis pasien seperti nama, usia, jenis kelamin dan semua temuan subjectif maupun objektif terkait. Assesment atau penilaian masalah meliputi bagaimana, derajat , tipe, dan signifikansi masalah, terdapat proses berpikir yang sampai pada kesimpulan atau penilaian bahwa masalah terkait obat memang ada atau tidak dan apakah intervensi atau pemantauan aktif diperlukan atau tidak. Recommendation atau penyelesaian masalah terkait rekomendasi farmasi tentang usulan untuk mengatasi masalah terkait obat dengan pertimbangan semua alternatif pilihan terapi baik terapi farmakologi maupun non farmakologi. Monitoring ditujukan untuk pemantauan endpoint dan outcomes untuk memberikan jaminan pengobatan dapat memberikan hasil yang optimal bagi pasien. Parameter pemantauan untuk menilai efikasi termasuk perbaikan atau hilangnya tanda tanda gejala dan abnormalitas yang tadinya ada pada pasien.
Metode SOAP (Subjective, objectif, assesment, plan). Data subjective meliputi gejala pasien, hal hal yang diamati pada pasien, dan informasi Yng diperoleh mengenai pasien/keluhan pasien. Informasi subjectif bersifat deskriptif dan biasanya tidak dapat dikonfirmasi melalui uji atau prosedur diagnostik. Kebanyakan informasi subjective diperoleh ketika mewawancarai pasien untuk mengumpulkan data riwayat kesehatan pasien ( gejal utama, riwayat penyakit terdahulu dan sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial, pengobatan, alergi, dan tinjauan organ). Informasi subjective juga dapat diperoleh setelah mengumpulkan riwayat kesehatan awal (deskripsi mengenai efek samping obat, derajat keparahan penyakit berdasarkan skala standar). Sumber utama informasi obyektif adalah pemeriksaan fisik antara lain hasil uji lab, kadar obat dalam darah, dan pemeriksaan diagnostik lain (ECG,EEG, kultur, X-ray, dan uji sensitifitas antibiotik). Assesment atau penilaian sebagai dugaan klinis mengenai masalah penyakit berdasarkan informasi subjective dan objective pasien.penilaian biasanya berupa diagnosis atau diagnosis banding. Rencana/Plan meliputi permintaan uji lab tertentu, memulai, memperbaiki, atau menghentikan terapi. Jika dilakukan perubahan farmakoterapi maka alasan perubahan tersebut harus dijelaskan. Nama obat, bentuk sediaan, waktu/jadwal pemberian, cara pemberian, dan lama terapi harus ditulis. Rencana terapi harus mempunyai tujuan, target yang ingin dicapai yang bersifat spesifik, terukur dan tertulis yang dapat menjelaskan parameter efikasi dan toksisitas yang digunakan untuk menilai apakah tujuan terapi tercapai, untuk mendeteksi atau mencegah efek samping obat.
Langganan:
Postingan (Atom)