Infolinks In Text Ads

Patogenesis tahap xeroftalmia

Terjadinya defisiensi vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang komplek seperti halnya dengan masalah KKP. Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya defisiensi vitamin A. Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme.

Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua
  • Yang berhubungan dengan penglihatan dan
  • Yang tidak berhubungan dengan penglihatan.
Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme Rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna.

Pigment yang sensitif terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari Retinal dan protein opsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, s

edangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.

Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna.

Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan menjadi stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A.

Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran Xerophthalmia. Xeroftalmia merupakan mata kering yang terjadi pada selaput lendir (konjungtiva) dan kornea (selaput bening) mata. Xeroftalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Xeroftalmia terjadi akibat kurangnya konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.

Patogenesis xeroftalmia terjadi secara bertahap yaitu

1.Buta senja (XN)
Disebut juga rabun senja. Fungsi fotoreseptor menurun. Tidak terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal), namun penglihatan menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat benda di depannya. Dengan pemberian kapsul vitamin A maka pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun jika dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.

2.Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput, dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam. Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.

3.Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B)
X1B merupakan tanda-tanda X1A ditambah dengan bercak seperti busa sabun atau keju, terutama di daerah celah mata sisi luar. Mata penderita umumnya tampak bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan berat, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar, bercak akan membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu.

4.Xerosis kornea (X2)
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut hingga kornea (bagian hitam mata) sehingga tampak kering dan suram, serta permukaan kornea tampak kasar. Umumnya terjadi pada anak yang bergizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare, dan sebagainya. Pemberian vitamin A yang benar akan membuat kornea membaik setelah 2 hingga 5 hari, dan kelainan mata akan sembuh selama 2 hingga 3 minggu.

5.Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/ X3B)
Kornea melunak seperti bubur dan terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Tahap X3A bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita telah ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan.

6.Xeroftalmia Scars (XS)
Disebut juga jaringan kornea. Kornea mata tampak memutih atau bola mata tampak mengempis. Jika penderita ditemukan pada tahap ini, maka kebutaan tidak dapat disembuhkan.

0 comments:

Posting Komentar