Infolinks In Text Ads

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.

Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya, metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.

Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin, estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi setelah melahirkan.

Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama menyusui.

hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui, antara lain:
1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu tersebut.
4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukupi dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif rendah.

Terapi Obat Pada Ibu Menyusui

ASI diketahui sebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi dan zat-zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat ke dalam air susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. Artikel ini bertujuan untuk melindungi bayi terhadap efek yang tidak diinginkan dari terapi obat secara maternal dan untuk meningkatkan efektifitas terapi farmakologik pada ibu menyusui.

ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme difusi pasif melalui membran.

Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.

Jumlah obat yang mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih tinggi dibandingkan asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin, eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium, kinin, tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin, sulfonamid, diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada konsentrasi plasmanya.

Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada konsentrasinya dalam ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi, dan efek obat terhadap bayi.

Sampai saat ini daftar obat-obat yang dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-data yang masih sangat terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan kasus. Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki efek samping semacam itu.

Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami, misalnya rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar plasmanya rendah maka kadar ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang dijumpai masalah kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki potensi dan toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek kumulatif karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum sempurna.

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.

Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya, metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.

Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin, estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi setelah melahirkan.

Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama menyusui.

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui, antara lain:
1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu tersebut.
4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukupi dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif rendah.

Leukorea

Definisi
Lekore adalah suatu gejala yang sering ditemukan dalam kasus-kasus kebidanan, terdapat kurang lebih sepertiga dari penderita ginekologik mengeluh keputihan dan pada wanita hamil angka tersebut mencapai 50 – 70 %.
Lekore (Fluor albus, keputihan) adalah cairan yang keluar pervaginam secara berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina, dan memberikan keluhan subjektif pada penderita (Purnawan Junadi, 684).

Etiologi
Lekore fisiologis dapat terjadi karena kehamilan, premenstrual, pasca menstruasi, pasca partum, ovulasi dan pasca coitus. Sedangkan lekore patologis dapat disebabkan oleh radang, iritasi/ benda asing atau adanya proses keganasan.
Diagnostik
Diagnosis etiologik lekore harus berdasar pada:
1. Anamnesis: apakah keputihan yang terjadi itu terus menerus atau kadang-kadang, apakah ada hubungannya dengan fase-fase haid, bagaimana sifat lekorenya, apakah lendir, berwarna keputihan atau atau kekuningan. Bagaimana sekret vagina apakah banyak, sedikit. Apakah menimbulkan rasa gatal yang hebat.
2. Pemeriksaan umum seperlunya (disesuaikan dengan keluhan dari penderita).
3. Pemeriksaan ginekologik.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan secara sistematik, dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda bekas garukan, apakah vulva basah), palpasi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, selanjutnya dillanjutkan dengan pemeriksaan yang menggunakan spekulum untuk melihat serviks, pemeriksaan ini sangat penting karena sebagian besar dai lekore berasal dari serviks.
Pada akhirnya dilakukan pemeriksan bimanual untuk menetukan posisi dan besarnya uterus dan keadaan parametrium, malposisi dapat menyebabkan bendungan vena sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.

4. Pemeriksaan laboratorik
Lakukan pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan adanya Trichomoniasis Vaginalis dan Candida Albicans. Lakukan pulasan gram atau pap smear pulasan ini untuk menentukan gonoroe dan bakteri lain.
Lekore Fisiologik
Sejumlah sekret mukoid dari kelenjar endoserviks selalu ada dalam vagina yang berfungsi dalam mempertahankan kelembaban vagina. Sekret ini tampak bening jika baru keluar dari serviks dan kemudian menjadi agak keruh karena mengandung sedikit lekosit dan flora vagina yang sebagian besar terdiri dari basil doderline. Asam laktat menyebabkan pH vagina rendah dan keasaman ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Proliferasi epitel, pH vagina dan sekresi kelnjar endoserviks vagina bergantung pada kadar estrogen dalam darah. Pada wanita yang baru lahir epitel vaginanya lebih tebal, pH rendah dan ada sekresi mukoid dari kelenjar endoserviks karena estrogen berasal dari ibu. Setelah bayi berumur 1 bulan dan selama masa kanak-kanak epitel vagina menjadi tipis. Menjelang menarche kadar estrogen mengalami peningkatan, sehingga epitel vagina menjadi tebal lagi, pH rendah dan vagina menjadi lebih basah. Selama masa reproduksi sekret vagina juga berubah-ubah menurut kadar estrogen dan progestron. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
- Pada fase pasca menstruasi sedikit
- Pada fase proliferatif, makin lama makin banyak
- Pada fase ovulasi paling banyak
- Pada fase pasca ovulasi, makin lama makin sedikit
- Pada fase premenstruasi dapat bertambah banyak lagi
- Pada fase menopause epitel vagina menjadi tipis, pH meningkat dan vagina menjadi lebih kering, terdapat variasi individual, yaitu ada yang mengeluarkan sekret lebih banyak atau sedikit.
Stimulasi seksual baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan sekresi bertambah. Dalam kehamilan kadar hormon tinggi sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.

Pentalaksanaan
Pada keadaan yang fisiologis, keputihan tersebut tidak perlu diberikan pengobatan. Bila ibu merasa cemas berikan penjelasan tentang proses terjadinya keputihan dan juga dapat diberikan sedatif.
Lekore Patologik
Dapat timbul karena:
1. Radang yang disebabkan oleh: trikomoniasis, kandidiasis, gonore, vaginitis senilis, endoservitis akut atau kronis, vaginitis hemofilus vaginalis.
2. Iritasi benda asing yang dapat disebabkan oleh iritasi khemis/ iritasi vagina (vaginal jelly), adanya benda asing (tampon, pesarium atau IUD).
3. Tumor yang dapat berupa tumor jinak, seperti polip, mioma uteri, kista atau dapat berupa tumor ganas (kanker serviks).

Pengertian Lekore Fisiologik

Sejumlah sekret mukoid dari kelenjar endoserviks selalu ada dalam vagina yang berfungsi dalam mempertahankan kelembaban vagina. Sekret ini tampak bening jika baru keluar dari serviks dan kemudian menjadi agak keruh karena mengandung sedikit lekosit dan flora vagina yang sebagian besar terdiri dari basil doderline. Asam laktat menyebabkan pH vagina rendah dan keasaman ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Proliferasi epitel, pH vagina dan sekresi kelnjar endoserviks vagina bergantung pada kadar estrogen dalam darah. Pada wanita yang baru lahir epitel vaginanya lebih tebal, pH rendah dan ada sekresi mukoid dari kelenjar endoserviks karena estrogen berasal dari ibu. Setelah bayi berumur 1 bulan dan selama masa kanak-kanak epitel vagina menjadi tipis. Menjelang menarche kadar estrogen mengalami peningkatan, sehingga epitel vagina menjadi tebal lagi, pH rendah dan vagina menjadi lebih basah. Selama masa reproduksi sekret

vagina juga berubah-ubah menurut kadar estrogen dan progestron. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
- Pada fase pasca menstruasi sedikit
- Pada fase proliferatif, makin lama makin banyak
- Pada fase ovulasi paling banyak
- Pada fase pasca ovulasi, makin lama makin sedikit
- Pada fase premenstruasi dapat bertambah banyak lagi
- Pada fase menopause epitel vagina menjadi tipis, pH meningkat dan vagina menjadi lebih kering, terdapat variasi individual, yaitu ada yang mengeluarkan sekret lebih banyak atau sedikit.
Stimulasi seksual baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan sekresi bertambah. Dalam kehamilan kadar hormon tinggi sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.

Diagnosis etiologik lekore

Diagnosis etiologik lekore harus berdasar pada:

1. Anamnesis: apakah keputihan yang terjadi itu terus menerus atau kadang-kadang, apakah ada hubungannya dengan fase-fase haid, bagaimana sifat lekorenya, apakah lendir, berwarna keputihan atau atau kekuningan. Bagaimana sekret vagina apakah banyak, sedikit. Apakah menimbulkan rasa gatal yang hebat.

2. Pemeriksaan umum seperlunya (disesuaikan dengan keluhan dari penderita).

3. Pemeriksaan ginekologik.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan secara sistematik, dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda bekas garukan, apakah vulva basah), palpasi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, selanjutnya dillanjutkan dengan pemeriksaan yang menggunakan spekulum untuk melihat serviks, pemeriksaan ini sangat penting karena sebagian besar dai lekore berasal dari serviks.
Pada akhirnya dilakukan pemeriksan bimanual untuk menetukan posisi dan besarnya uterus dan keadaan parametrium, malposisi dapat menyebabkan bendungan vena sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.

4. Pemeriksaan laboratorik
Lakukan pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan adanya Trichomoniasis Vaginalis dan Candida Albicans. Lakukan pulasan gram atau pap smear pulasan ini untuk menentukan gonoroe dan bakteri lain.

Etiologi Lekore

Lekore fisiologis dapat terjadi karena kehamilan, premenstrual, pasca menstruasi, pasca partum, ovulasi dan pasca coitus. Sedangkan lekore patologis dapat disebabkan oleh radang, iritasi/ benda asing atau adanya proses keganasan.

Definisi Lekore

Lekore adalah suatu gejala yang sering ditemukan dalam kasus-kasus kebidanan, terdapat kurang lebih sepertiga dari penderita ginekologik mengeluh keputihan dan pada wanita hamil angka tersebut mencapai 50 – 70 %.
Lekore (Fluor albus, keputihan) adalah cairan yang keluar pervaginam secara berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina, dan memberikan keluhan subjektif pada penderita (Purnawan Junadi, 684).

Gejala gejala Pada pasien dengan ammenorhoe

Pada pasien dengan ammenorhoe terdapat :
o Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak. Karena perdahan ini pasien biasanya anaemis.
o Rahim lebih besar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
o Hyperemesia lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
o Mungkin timbul preeklampsi atau eklampsi.
o Terjadinya preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu ke 24 me¬nunjuk ke arah mola hydatidosa.
o Tidak ada tanda-tanda adanya janin ; tidak ada ballottement, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada Rontgen foto.

Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat dikete¬mukan janin, kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan air kencing. Gejala-gejala hipertiroidisme ditemukan pada 10% kasus (denyut jantung yang cepat, gelisah, cemas, tidak tahan panas, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, tinja encer, tangan gemetar, kulit lebih hangat dan basah) . Gejala-gejala pre-eklamsi yang terjadi pada trimester I atau awal trimester II (tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki-pergelangan kaki-tungkai, proteinuria).

Etiologi Mola Hidatidosa

Pada molahidatinosa tidak terjadi deperensiasi tetapi hanya froliferasi sehingga pertumbuhan tidak terkendali pada sel-sel tropoblas yang mana vaskularisasi tidak mencukupi sehingga bagian pinggir akan nekrosis dan keluar menimbulkan gelembung mola (fluksus) yang akhirnya akan mengalami mola abortion.

a. Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi. Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah:
o Status sosial-ekonomi yang rendah
o Diet rendah protein, asam folat dan karotin.

b. Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilisasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif (lihat gambar). Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidropik (berisi cairan) ber¬tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya.. Biasanya mola tidak mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki plasenta. Oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3% keha¬milan, mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma ganas yang bertumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan mola sebagian jauh lebih kecil dibanding kehamilan mola komplet (Scott, dkk.,1990).

c. Uterus membesar lebih cepat dari biasa, penderita mengeluh tentang mual dan muntah, tidak jarang terjadi perdarahan per vaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai dengan pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola hidatidosa. Golongan tidak bisa ditentukan terdiri atas penyakit trofoblast di mana tidak terdapat bahan-bahan dari otopsi, atau operasi, atau kerokan untuk membuat diagnosis morfologik, akan tetapi diagnosis dibuat dengan cara (hormonologik) Dengan kelompok resiko tinggi: - usia kurang dari 20 tahun, sosioekonomi kurang, - jumlah paritas tinggi, - riwayat kehamilan mola sebelumnya.

Pembagian
o Mola hidatidosa klasik / komplet : tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein,(25-30%).
o Mola hidatidosa parsial / inkomplet : terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya, Mati pada trimester pertama.

Patogenesis
• Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar bulir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.

Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada se¬mua karus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hydatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein ka-dang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada keduanya.

Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.

• B-hCG meningkat - aktifitas ovarium meningkat (ovarium kistik) - estrogen tinggi
menimbulkan efek hipertiroidisme dari aktifitas B-hCG yang tinggi. Teori Acosta-Sison : defisiensi protein.
Sitogenetika : mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46xx sering, 46 xy jarang, tapi 46xx nya berasal dari reduplikasi haploid SPERMA dan tanpa kromosom dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid, 69xxx atau 69xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia).

Tanda dan Gejala
Pada tahap awal tanda dan gejala kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala keha¬milan normal. Pada waktu selanjutnya perdarahan per vaginam pada hampir.semua kasus. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna coklat tua (menyerupai jus buah prum) atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Keadaan ini bisa berlangsung selama beberapa hari saja atau secara intermiten selama beberapa minggu. Pada awal kehamilan, kira¬kira setengah jumlah wanita memiliki rahim yang lebih besar dari usia kehamilan yang diperkirakan melalui tanggal menstruasi.

Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berlebihan (hiperemesis gravidarum), dan kram perut yang disebabkan distensi rahim merupakan gejala yang cukup sering ditemukan. Ane¬mia terjadi akibat perdarahan intrauterin. Preeklamp¬sia terjadi pada sekitar 15% kasus, biasanya antara minggu gestasi ke-9 dan ke-12.

kehamilan abnormal

Pengertian
Beberapa pengertian Mola Hidatidosa :

a. Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan
edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

b. Mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion.Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional (ACOG, 1993). Ada dua jenis yang berbeda: komplet atau klasik, mola dan mola sebagian, yang bisa menjadi bagian dari penyakit trofoblastik (DePetrillo, dkk.,1987).

c. Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan,

d. Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah suatu kehamilan abnormal dimana struktur janin normal tidak terbentuk, hingga yang berkembang hanyalah kantung kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan tampak berupa kantung-kantung kecil dalam berbagai ukuran berisi cairan dan darah. Melalui pemeriksaan jaringan (patologi anatomi/PA) baru dapat dipastikan bahwa Ibu benar terkena mola hidatidosa. Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) juga dapat diketahui seberapa berat kelainan yang ada.

e. Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi dan edematus.
Perbedaan dengan kehamilan gemmelli :
- Pada kehamilan adanya goyangan anak pada mola tidak ada
- Pada kehamilan adanya DJJ dan pada mola tidak ada
Etiologi
Pada molahidatinosa tidak terjadi deperensiasi tetapi hanya froliferasi sehingga pertumbuhan tidak terkendali pada sel-sel tropoblas yang mana vaskularisasi tidak mencukupi sehingga bagian pinggir akan nekrosis dan keluar menimbulkan gelembung mola (fluksus) yang akhirnya akan mengalami mola abortion.

pengertian Mola hydatidosa

Mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion.Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional (ACOG, 1993). Ada dua jenis yang berbeda: komplet atau klasik, mola dan mola sebagian, yang bisa menjadi bagian dari penyakit trofoblastik (DePetrillo, dkk.,1987).

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KANKER SERVIKS

A. PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya .

B. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda

2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

C. KLASIFIKASI KLINIS
• Stage 0: Ca.Pre invasif
• Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
• Stage Ia ; Disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
• Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
• Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
• Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
• Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.

D. GEJALA KLINIS
1. Perdarahan
Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

G. TERAPI
1. Irradiasi
• Dapat dipakai untuk semua stadium
• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
• Kerentanan kandungan kencing
• Diarrhea
• Perdarahan rectal
• Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
• Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

DAFTAR PUTAKA
]

Bagian SMF Obgin UNHAS. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Makssar. 1999

Ida Bagus G. M., Prof, dr. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta. 1998

Marilynn E.D. & Maryn M. Rencana Perawatan Maternal Bayi. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2001

Sarwono.Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. 199

ASKEP HEMORAGI PASCA PARTUM

Pengertian
Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.
Insiden
Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.
Etiologi
1. Atonia uteri (50-60 %).
2. Retensio placenta (16-17%).
3. Sisa placenta (23-24 %).
4. Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5. Kelainan darah (0,5-0,8 %).

Predisposisi
Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Diagnosis
1. Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.
2. Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.
3. Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.
4. Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).
5. Pemeriksaan USG jika diperlukan.
Gejala
Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.
Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.
Penatalaksanaan
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.
Penatalaksanaan khusus:
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak): Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak): Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong: Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.


4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:
Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus

perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.

Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.

2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.

3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.

4. Observasi intake cairan dan output.

R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.

2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

3. Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:

Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:

1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.

2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.

3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.

4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan

Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.

Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.

2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.

3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.

4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.

5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

Penatalaksanaan Secara umum untuk kasus perdarahan

1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan khusus:
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak): Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak): Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong: Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.

Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.

2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.

3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.

5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

PENGERTIAN HEMORAGI PASCA PARTUM

Pengertian
Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.
Insiden
Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.

Etiologi
1. Atonia uteri (50-60 %).
2. Retensio placenta (16-17%).
3. Sisa placenta (23-24 %).
4. Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5. Kelainan darah (0,5-0,8 %).

Predisposisi
Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.

HIPERTENSI GRAVIDARUM

Hypertensi Kronis Dalam Kehamilan
Hypertensi kronis dalam kehamilan adalah adanya penyakit hypertensi yang telah terjadi sebelum hamil ataupun diketemukan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hypertensi yang menetap 6 minggu paska persalinan, apapun yang menjadi sebabnya. (Winardi. B, 1991 : 2).

Batasan/Konsep Dasar Hypertensi Kronis
Batasan
Penyakit hypertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. (Sastrawinata. S, 1984 : 90)

Klasifikasi Hypertensi
Menurut American Committee and Maternal Welfare yang dikutip oleh Sulaeman Sastrawinata dalam buku Obstetri Patologi tahun 1981, klasifikasi hypertensi adalah sebagai berikut :
1. Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia.

2. Hypertensi Kronis; Diagnosa dibuat atas adanya hypertensi sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan dan hypertensi ini tetap setelah kehamilan berakhir.

3. Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang kronis. Pasien dengan hypertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan dengan gejala-gejala hypertensi yang naik, proteinuri dan edema serta kelainan retina.

4. Transient Hypertensi; Diagnosa dibuat kalau timbul hypertesi dalam kehamilan atau dalam 24 jam pertama dalam nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan yang hilang dalam 10 hari post partum.
Derajat Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan
Hypertensi akibat kehamilan dapat diklasifikasikan ke dalam bagian ringan atau berat, menurut frekuensi dan intensitas kelainannya. Adalah penting untuk menyadari bahwa suatu keadaan yang kelihatannya ringan dapat menjadi berat. (Winardi. B, 199: 8).

Indikator Derajat Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan
Kelainan Ringan Berat
Tekanan Distolik <> 110mmHg
Proteinnuri 1+  2+
Sakit kepala tidak ada ada
Gangguan penglihatan tidak ada ada
Nyeri perut atas tidak ada ada
Oliguri tidak ada ada
Kejang tidak ada ada
Creatinin serum normal meningkat
Trombosito penia tidak ada ada
Hyperbilirubinemia tidak ada ada
SGOT minimal nyata
Fetal Growth Retardasion tidak ada ada jelas
Sumber : Pritcard, Mac Donald, Giant. William Obstetri, 1991 : 612

Patofisiologi Hipertensi Kronis
Terdapat banyak akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu, berikut akan dibahas berdasarkan analisa kelainan kardiovaskuler, hematologik, endokrin, elektrolit, renal, hepatik dan serebral.

(Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991: 616)
- Sistem Kardiovaskuler
Meskipun terdapat peningkatan curah jantung pada ibu hamil normal, tekanan darah tidak meningkat, tetapi sebenarnya menurun sebagai akibat resistensi perifer berkurang. Pada ibu hamil dengan hypertensi, curah jantung biasanya tidak berkurang, karena curah jantung tidak berkurang sedang konstriksi arteriol dan tahanan perifer naik, maka tekanan darah akan meningkat. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 616)

- Hematologik
Perubahan-perubahan hematologik penting yang ditemukan pada wanita hypertensi ialah penurunan atau sebenarnya tidak terjadinya hypervolemia yang normal pada kehamilan, perubahan-perubahan mekanisme koagulasi dan adanya peningkatan dekstruksi eritrosit. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 619).


- Endokrin
Pada kehamilan normal, kadar plasma renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Sebaliknya pada hypertensi karena kehamilan, bahan tersebut biasanya menurun mendekati batas normal pada keadaan tidak hamil.
Peningkatan aktivitas hormon anti deuritik juga menyebabkan oliguri, kadar chorionic gonadotropin dalam plasma meningkat secara tidak tetap sebaliknya lactogen placenta menurun. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 620)

- Cairan dan Elektrolit
Biasanya volume cairan ekstraselular pada wanita dengan preeklampsia dan eklampsia sangat bertambah melebihi penambahan volume yang biasanya terjadi pada kehamilan normal. Mekanisme yang menyebabkan ekspansi cairan yang patologis belum jelas. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 621)

- Perubahan Hepar
Pada HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) yang berat, kadang terdapat kelainan hasil pemeriksaan hati yang meliputi peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminace), hyperbilirubin yang berat jarang terjadi. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 623)

akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu

Terdapat banyak akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu, berikut akan dibahas berdasarkan analisa kelainan kardiovaskuler, hematologik, endokrin, elektrolit, renal, hepatik dan serebral. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991: 616)

- Sistem Kardiovaskuler
Meskipun terdapat peningkatan curah jantung pada ibu hamil normal, tekanan darah tidak meningkat, tetapi sebenarnya menurun sebagai akibat resistensi perifer berkurang. Pada ibu hamil dengan hypertensi, curah jantung biasanya tidak berkurang, karena curah jantung tidak berkurang sedang konstriksi arteriol dan tahanan perifer naik, maka tekanan darah akan meningkat. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 616)

- Hematologik
Perubahan-perubahan hematologik penting yang ditemukan pada wanita hypertensi ialah penurunan atau sebenarnya tidak terjadinya hypervolemia yang normal pada kehamilan, perubahan-perubahan mekanisme koagulasi dan adanya peningkatan dekstruksi eritrosit. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 619).

- Endokrin
Pada kehamilan normal, kadar plasma renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Sebaliknya pada hypertensi karena kehamilan, bahan tersebut biasanya menurun mendekati batas normal pada keadaan tidak hamil.
Peningkatan aktivitas hormon anti deuritik juga menyebabkan oliguri, kadar chorionic gonadotropin dalam plasma meningkat secara tidak tetap sebaliknya lactogen placenta menurun. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 620)

- Cairan dan Elektrolit
Biasanya volume cairan ekstraselular pada wanita dengan preeklampsia dan eklampsia sangat bertambah melebihi penambahan volume yang biasanya terjadi pada kehamilan normal. Mekanisme yang menyebabkan ekspansi cairan yang patologis belum jelas. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 621)

- Perubahan Hepar
Pada HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) yang berat, kadang terdapat kelainan hasil pemeriksaan hati yang meliputi peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminace), hyperbilirubin yang berat jarang terjadi. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 623)

Indikator Derajat Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan

Indikator Derajat Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan
Kelainan Ringan Berat
Tekanan Distolik <> 110mmHg
Proteinnuri 1+  2+
Sakit kepala tidak ada ada
Gangguan penglihatan tidak ada ada
Nyeri perut atas tidak ada ada
Oliguri tidak ada ada
Kejang tidak ada ada
Creatinin serum normal meningkat
Trombosito penia tidak ada ada
Hyperbilirubinemia tidak ada ada
SGOT minimal nyata
Fetal Growth Retardasion tidak ada ada jelas
Sumber : Pritcard, Mac Donald, Giant. William Obstetri, 1991 : 612

Tanda Kista

Kista umumnya tanpa gejala atau tanda. Bila kista terpelintir atau pecah akan menimbulkan rasa sakit terutama pada perut bawah. Bila tumor besar, perut terasa membesar dan perasaan penuh, kadang-kadang menstruasi sakit. Segera konsultasikan ke dokter bila Anda :

Menstruasi terlambat atau tak teratur dan terasa sakit.
Rasa nyeri perut tidak menghilang.
Perut membesar dan terasa penuh.
Terasa bersisa setelah berkemih.
Nyeri pada saat sanggama.
Berat badan menurun, dan badan merasa letih dan lesu.
Ciri Kista yang Perlu Dioperasi

Pada beberapa kasus, kista memerlukan tindakan operasi segera atas indikasi :
Kista berdiameter lebih besar dari 5 cm, dan telah diobservasi 6-8 minggu tanpa ada pengecilan tumor.
Ada bagian padat dari dinding tumor.
Dinding tumor bagian dalam berjonjot.
Kista lebih besar dari 10 cm, ascites.
Tumor teraba pada usia premarche, atau postmenopause.
Dugaan terpelincir atau pecah.
Beberapa tanda-tanda yang mengarah ke kanker :
Pembengkakan perut yang cepat.
Teraba/terasa ada benjolan padat dalam perut.
Mual atau nyeri ulu hati yang tidak menghilang.
Hilang nafsu makan, berat badan menurun.
Perasaan nyeri di rongga panggul

Sindroma Ovarium Polokistik Polycistic Ovarian Syndrome ATAU PCOS

Sindroma Ovarium Polokistik
(Polycistic Ovarian Syndrome ATAU PCOS)
Kista jinak ini umumnya dialami 1 dari S wanita. Gejalanya adalah; obesitas, kelebihan rambut di badan, jerawat, inferfilitas, mens tak teratur (amenorrhea).
PCOS disebabkan ketidakseimbangan hormon hiposis dan menyebabkan kegagalan ovulasi. Akibatnya, terjadi peningkatan hormon testosteron yang diproduksi oleh ovarium, sehingga seorang wanita cenderung menstruasinya terganggu kemudian bulu-bulu rambutnya timbul.

Pengertian Multi Kista

Kedua ovarium membesar dan mengandung beberapa kista kecil-kecil. Kista ini bisa banyak 2, 3, atau 4. Kista ini biasanya berkaitan dengan masalah hormon. Ada kaitannya dengan wanita ini tidak teratur haidnya atau kadang-kadang tidak mens sama sekali 2 atau 3 bulan (amenorrhea).
Cirinya, wanita penderitanya inferfil, tidak bisa punya anak, obesitas, dan ada pertumbuhan rambut yang lebih banyak dari normalnya. Semua ini akibat pengaruh dari hormon.
Sindroma Ovarium Polokistik

Pengertian Kista Endometrioma

Kista ini dihubungkan dengan penyakit endometriosis. Dinding kista ini mengandung jaringan seperfi endometrium (selaput lendir rahim) yang tumbuh mengikuti perubahan siklus hormon estrogen dan progesteron. Disebut juga kista coklat, karena cairan kista yang warnanya coklat kehitaman, berasal dari darah yang mengental dan membeku.

Endometriosis adalah kelainan jaringan yang berasal dari selaput lendir rahim pada organ atau jaringan di luar rahim. Jaringan rahim yang menyimpang ini tetap hidup, aktif dan menunjukkan aktivitas seperfi endometrium di dalam rahim. Akibatnya timbul perdarahan abnormal dan kram pada saat haid. Sel endometriosis yang aktif ini akan mengeluarkan darah haid setiap daur haid dan menimbulkan rasa yang amat sakit.

Pengertian Endometriosis

Endometriosis adalah kelainan jaringan yang berasal dari selaput lendir rahim pada organ atau jaringan di luar rahim. Jaringan rahim yang menyimpang ini tetap hidup, aktif dan menunjukkan aktivitas seperfi endometrium di dalam rahim. Akibatnya timbul perdarahan abnormal dan kram pada saat haid. Sel endometriosis yang aktif ini akan mengeluarkan darah haid setiap daur haid dan menimbulkan rasa yang amat sakit.

Pengertian Kista Adenoma (Cystadenoma)

Kista Adenoma (Cystadenoma)
Kista ini juga sering dijumpai dan perangainya jinak. Kista yang berasal dari lapisan luar indung telur ini dapat tumbuh besar hingga mengisi rongga perut dan menekan organ tubuh lainnya. Cairan ini ada yang jernih-encer (serosum), dan ada yang kental.

Kadang-kadang kistd ini bisa menjadi ganas juga kalau dianggap banyak. Ada beberapa kelompok selnya yang memang berperangai ganas. Di kemudian hari, kelompok ini nanti berkembang terus akhirnya sebagian besar kista akan diisi oleh jaringan ganas. Permukaannya kista ini licin, warnanya agak putih kebiru-biruan dan isinya air.

Pengertian Kista Dermoid

Kista Dermoid
Kista dermoid ini agak seram. Di dalam kista itu mengandung unsur seperti ada tulang, ada cairan seperti mentega, ada rambut, ada gigi geligi. Indung telur mengandung secara matang organ manusia dalam bentuk sel sebagai cikal bakal manusia.

Kadang-kadang dijumpai pada kedua ovarium, bila kista ini besar akan menimbulkan keluhan. Tumor ini sebenarnya jinak, tidak berbahaya sama sekali dan mudah diatasi dengan operasi. Jadi, kalau seorang wanita dioperasi ada kista dermoid, indung telur sisi lainnya harus diperiksa dengan teliti apakah ada kista yang sama atau tidak.

Jenis Jenis Kista Ovarium Kista Fungsional

Terdiri dari kista folikel dan korpus luteum. Bila sel telur tidak bisa dilepaskan dari folikel (kantung ovarium/, dia akan menjadi kista folikel. Bila misalnya sel telur itu sudah dilepaskan, kista folikel yang tadinya bundar menjadi pecah, disebut korpus luteum (badan kuning/. Ketika wanita hamil, korpus luteum itu juga menjadi kista yang dinamakan kista lutein, ukurannya bisa besar 4-8 cm.

Kista lutein itu akan tumbuh pada hamil bulan-bulan pertama, selanjutnya dia akan menghilang karena fungsi hormonnya diambil alih oleh plasenta. Jadi, seandainya sewaktu memeriksakan kehamilan muda, dokter mengatakan ada kista 6 cm, jangan kaget. Mungkin itu kista yang berasal dari korpus Iuteum. Itu normal, bisa dipastikan nanti akan hilang pada kehamilan 3 bulan.
Kista Dermoid

Kista dermoid ini agak seram. Di dalam kista itu mengandung unsur seperti ada tulang, ada cairan seperti mentega, ada rambut, ada gigi geligi. Indung telur mengandung secara matang organ manusia dalam bentuk sel sebagai cikal bakal manusia.

Kadang-kadang dijumpai pada kedua ovarium, bila kista ini besar akan menimbulkan keluhan. Tumor ini sebenarnya jinak, tidak berbahaya sama sekali dan mudah diatasi dengan operasi. Jadi, kalau seorang wanita dioperasi ada kista dermoid, indung telur sisi lainnya harus diperiksa dengan teliti apakah ada kista yang sama atau tidak.

Kista Adenoma (Cystadenoma)
Kista ini juga sering dijumpai dan perangainya jinak. Kista yang berasal dari lapisan luar indung telur ini dapat tumbuh besar hingga mengisi rongga perut dan menekan organ tubuh lainnya. Cairan ini ada yang jernih-encer (serosum), dan ada yang kental.

Kadang-kadang kistd ini bisa menjadi ganas juga kalau dianggap banyak. Ada beberapa kelompok selnya yang memang berperangai ganas. Di kemudian hari, kelompok ini nanti berkembang terus akhirnya sebagian besar kista akan diisi oleh jaringan ganas. Permukaannya kista ini licin, warnanya agak putih kebiru-biruan dan isinya air.

Kista Endometrioma
Kista ini dihubungkan dengan penyakit endometriosis. Dinding kista ini mengandung jaringan seperfi endometrium (selaput lendir rahim) yang tumbuh mengikuti perubahan siklus hormon estrogen dan progesteron. Disebut juga kista coklat, karena cairan kista yang warnanya coklat kehitaman, berasal dari darah yang mengental dan membeku.

Endometriosis adalah kelainan jaringan yang berasal dari selaput lendir rahim pada organ atau jaringan di luar rahim. Jaringan rahim yang menyimpang ini tetap hidup, aktif dan menunjukkan aktivitas seperfi endometrium di dalam rahim. Akibatnya timbul perdarahan abnormal dan kram pada saat haid. Sel endometriosis yang aktif ini akan mengeluarkan darah haid setiap daur haid dan menimbulkan rasa yang amat sakit.

Multi Kista
Kedua ovarium membesar dan mengandung beberapa kista kecil-kecil. Kista ini bisa banyak 2, 3, atau 4. Kista ini biasanya berkaitan dengan masalah hormon. Ada kaitannya dengan wanita ini tidak teratur haidnya atau kadang-kadang tidak mens sama sekali 2 atau 3 bulan (amenorrhea).
Cirinya, wanita penderitanya inferfil, tidak bisa punya anak, obesitas, dan ada pertumbuhan rambut yang lebih banyak dari normalnya. Semua ini akibat pengaruh dari hormon.
Sindroma Ovarium Polokistik

(Polycistic Ovarian Syndrome ATAU PCOS)
Kista jinak ini umumnya dialami 1 dari S wanita. Gejalanya adalah; obesitas, kelebihan rambut di badan, jerawat, inferfilitas, mens tak teratur (amenorrhea).
PCOS disebabkan ketidakseimbangan hormon hiposis dan menyebabkan kegagalan ovulasi. Akibatnya, terjadi peningkatan hormon testosteron yang diproduksi oleh ovarium, sehingga seorang wanita cenderung menstruasinya terganggu kemudian bulu-bulu rambutnya timbul.

Kista Pada Organ Kandungan

JIKA Anda hamil muda dan memeriksakan diri ke dokter, jangan kaget kalau dokter mengatakan ada kista 6 cm. Kista korpus luteum akan hilang sendiri pada kehamilan 3 bulan.
Kista termasuk populer di telinga kaum perempuan. Tumor ini termasuk sering ditemukan pada perempuan usia muda yang masih melajang. Apa sebetulnya tumor berbentuk kantung yang berisi cairan atau bahan setengah padat itu?

Kista biasanya berasal dari indung telur /ovarium) sehingga disebut kista ovarium. Sebagian besar kista ovarium disebabkan perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dan pelepasan sel telur dari indung telur. Dalam diri seorang wanita dapat bertumbuh satu atau beberapa kista.


Menurut Dr. Nugroho Kampono, Sp.OG, konsultan onkologi ginekologi RSCM, kista ovarium sering dijumpai pada wanita usia reproduksi dan sebagian besar atau 95% jinak. Sebagian dari kista itu menetap atau bahkan menghilang tanpa pengobatan atau operasi. Pada usia menopause, kegiatan ovarium menurun sehingga diharapkan kista akan mengecil atau menghilang.

Asal usul penyebab timbulnya kista sampai sekarang belum ada jawaban pasti. Diduga ada sel-sel yang mengalami perubahan sifat. Kista umumnya tanpa gejala atau tanda. Bila kista terpelintir atau pecah akan menimbulkan rasa sakit terutama pada perut bawah. Bila tumor besar, perut terasa membesar dan perasaan penuh, kadangkadang menstruasi sakit.

Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam rongga panggul, ultrasonografi melalui perut atau vagina (USG transabdominal atau transvaginal/, pemeriksaan darah khususnya tes penanda tumor CA-125, pemeriksaan klinik dan penunjang untuk membantu perencanaan pengobatan dan jenis operasi.
Jenis-Jenis Kista Ovarium Kista Fungsional

Terdiri dari kista folikel dan korpus luteum. Bila sel telur tidak bisa dilepaskan dari folikel (kantung ovarium/, dia akan menjadi kista folikel. Bila misalnya sel telur itu sudah dilepaskan, kista folikel yang tadinya bundar menjadi pecah, disebut korpus luteum (badan kuning/. Ketika wanita hamil, korpus luteum itu juga menjadi kista yang dinamakan kista lutein, ukurannya bisa besar 4-8 cm.

Kista lutein itu akan tumbuh pada hamil bulan-bulan pertama, selanjutnya dia akan menghilang karena fungsi hormonnya diambil alih oleh plasenta. Jadi, seandainya sewaktu memeriksakan kehamilan muda, dokter mengatakan ada kista 6 cm, jangan kaget. Mungkin itu kista yang berasal dari korpus Iuteum. Itu normal, bisa dipastikan nanti akan hilang pada kehamilan 3 bulan.
Kista Dermoid

Kista dermoid ini agak seram. Di dalam kista itu mengandung unsur seperti ada tulang, ada cairan seperti mentega, ada rambut, ada gigi geligi. Indung telur mengandung secara matang organ manusia dalam bentuk sel sebagai cikal bakal manusia.

Kadang-kadang dijumpai pada kedua ovarium, bila kista ini besar akan menimbulkan keluhan. Tumor ini sebenarnya jinak, tidak berbahaya sama sekali dan mudah diatasi dengan operasi. Jadi, kalau seorang wanita dioperasi ada kista dermoid, indung telur sisi lainnya harus diperiksa dengan teliti apakah ada kista yang sama atau tidak.

Kista Adenoma (Cystadenoma)
Kista ini juga sering dijumpai dan perangainya jinak. Kista yang berasal dari lapisan luar indung telur ini dapat tumbuh besar hingga mengisi rongga perut dan menekan organ tubuh lainnya. Cairan ini ada yang jernih-encer (serosum), dan ada yang kental.
Kadang-kadang kistd ini bisa menjadi ganas juga kalau dianggap banyak. Ada beberapa kelompok selnya yang memang berperangai ganas. Di kemudian hari, kelompok ini nanti berkembang terus akhirnya sebagian besar kista akan diisi oleh jaringan ganas. Permukaannya kista ini licin, warnanya agak putih kebiru-biruan dan isinya air.

Kista Endometrioma
Kista ini dihubungkan dengan penyakit endometriosis. Dinding kista ini mengandung jaringan seperfi endometrium (selaput lendir rahim) yang tumbuh mengikuti perubahan siklus hormon estrogen dan progesteron. Disebut juga kista coklat, karena cairan kista yang warnanya coklat kehitaman, berasal dari darah yang mengental dan membeku.

Endometriosis adalah kelainan jaringan yang berasal dari selaput lendir rahim pada organ atau jaringan di luar rahim. Jaringan rahim yang menyimpang ini tetap hidup, aktif dan menunjukkan aktivitas seperfi endometrium di dalam rahim. Akibatnya timbul perdarahan abnormal dan kram pada saat haid. Sel endometriosis yang aktif ini akan mengeluarkan darah haid setiap daur haid dan menimbulkan rasa yang amat sakit.

Multi Kista
Kedua ovarium membesar dan mengandung beberapa kista kecil-kecil. Kista ini bisa banyak 2, 3, atau 4. Kista ini biasanya berkaitan dengan masalah hormon. Ada kaitannya dengan wanita ini tidak teratur haidnya atau kadang-kadang tidak mens sama sekali 2 atau 3 bulan (amenorrhea).
Cirinya, wanita penderitanya inferfil, tidak bisa punya anak, obesitas, dan ada pertumbuhan rambut yang lebih banyak dari normalnya. Semua ini akibat pengaruh dari hormon.
Sindroma Ovarium Polokistik

(Polycistic Ovarian Syndrome ATAU PCOS)
Kista jinak ini umumnya dialami 1 dari S wanita. Gejalanya adalah; obesitas, kelebihan rambut di badan, jerawat, inferfilitas, mens tak teratur (amenorrhea).
PCOS disebabkan ketidakseimbangan hormon hiposis dan menyebabkan kegagalan ovulasi. Akibatnya, terjadi peningkatan hormon testosteron yang diproduksi oleh ovarium, sehingga seorang wanita cenderung menstruasinya terganggu kemudian bulu-bulu rambutnya timbul.
Tanda Kista
Kista umumnya tanpa gejala atau tanda. Bila kista terpelintir atau pecah akan menimbulkan rasa sakit terutama pada perut bawah. Bila tumor besar, perut terasa membesar dan perasaan penuh, kadang-kadang

menstruasi sakit. Segera konsultasikan ke dokter bila Anda :
Menstruasi terlambat atau tak teratur dan terasa sakit.
Rasa nyeri perut tidak menghilang.
Perut membesar dan terasa penuh.
Terasa bersisa setelah berkemih.
Nyeri pada saat sanggama.
Berat badan menurun, dan badan merasa letih dan lesu.
Ciri Kista yang Perlu Dioperasi
Pada beberapa kasus, kista memerlukan tindakan operasi segera atas indikasi :
Kista berdiameter lebih besar dari 5 cm, dan telah diobservasi 6-8 minggu tanpa ada pengecilan tumor.
Ada bagian padat dari dinding tumor.
Dinding tumor bagian dalam berjonjot.
Kista lebih besar dari 10 cm, ascites.
Tumor teraba pada usia premarche, atau postmenopause.
Dugaan terpelincir atau pecah.
Beberapa tanda-tanda yang mengarah ke kanker :
Pembengkakan perut yang cepat.
Teraba/terasa ada benjolan padat dalam perut.
Mual atau nyeri ulu hati yang tidak menghilang.
Hilang nafsu makan, berat badan menurun.
Perasaan nyeri di rongga panggul

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HAEMORAGHI POST PARTUM (HPP)

Pengertian
Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.
Insiden
Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.
Etiologi
1. Atonia uteri (50-60 %).
2. Retensio placenta (16-17%).
3. Sisa placenta (23-24 %).
4. Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5. Kelainan darah (0,5-0,8 %).

Predisposisi
Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Diagnosis
1. Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.
2. Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.
3. Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.
4. Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).
5. Pemeriksaan USG jika diperlukan.
Gejala
Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.
Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.
Penatalaksanaan
Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.
Penatalaksanaan khusus:
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak): Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak): Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong: Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.


4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak terjadi penurunan kesadaran.
- TTV dalam batas normal.
- Turgor kulit baik.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:
Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN POST PASRTUM (MASA NIFAS)

Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu.
Nifas dibagi dalam 3 periode :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remute Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila berminggu-minggu bulanan atau tahan.

Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma.

 INVOLUSI ALAT-ALAT KANDUNGAN
1. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Involusio Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir
Plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba diatas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal 1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram

2. Bekas implantasi palsenta: plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm., dan akhirnya pulih.
3. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
4. Rasa sakit yang disebut after pain, (meriang atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit.
5. Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
 Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
 Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3 – 7 pasca persalinan.
 Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari 7 – 14 pasca persalinan.
 Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
 Lochia statis : lochia tidak lancar keluarnya.
6. Serviks : setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, terkadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
7. Ligamen – ligamen : ligamen fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun.
8. Endometrium :
Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya trombosis
degenerasi dan nekrosis terutama di tempat implantasi plasenta :
 Pada hari pertama tebalnya 2 – 5 mm, permukaan kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin.
 Setelah 3 hari permukaan mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian-bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas.
 Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan waktu 2 – 3 minggu.

 HEMOKONSENTRASI
Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai “shunt” antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah melahirkan, “shunt” akan hilang dengan tiba-tiba volume darah pada ibu relatif bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti semula.

 LAKTASI
Perubahan-perubahan yang terjadi pada kedua mamma antara lain sebagai berikut :
1. Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolis mammae dan lemak.
2. Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dikeluarkan berwarna kuning (kolostrum).
3. Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatsi dan tampak dengan jelas.
4. Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain hormon laktogenik (prolaktin) yang akan menyebabkan kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga terjadi pengeluaran air susu.

Umumnya produksi air susu baru berlangsung benar pada hari ke-2 sampai ke-3 postpartum, selain pengaruh hormonal tersebut, salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri.

 PERUBAHAN LAIN SAAT NIFAS
1. After pain atau mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-kadang sangat mengganggu selama 2 – 3 hari postpartum. Perasaan mules ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui, perasaan sakit ibupun timbul bila terdapat sisa-sisa dan selaput ketuban, sisa plasenta atau gumpalan darah di dalam kavum uteri.
2. Vital Sign :
Suhu :
- saat partus lebih 37,20C
- sesudah partus naik + 0,50C
- 12 jam pertama suhu kembali normal
Nadi :
- 60 – 80 x/mnt
- Segera setelah partus bradikardi
Tekanan darah :
- TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam
Vital sign setelah kelahiran anak :
Temperatur :
Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 380C (100,40F) disebabkan oleh efek dehidrasi dari persalinan. Kerja otot yang berlebihan selama kala II dan fluktuasi hormon setelah 24 jam wanita keluar dari febris.
Nadi :
Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus turun ke rata-rata sebelum hamil.
Pernapasan :
Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum persalinan.

Tekanan darah :
Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah indikasi merasa pusing atau pusing tiba-tiba setelah terbangun, dapat terjadi 48 jam pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :
♣ Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu menjadi 380C (100,4F0)
♣ Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi hipovolemik akibat perdarahan.
♣ Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya sub arachnoid (spinal) blok.
♣ Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik sekunder dari perdarahan, bagaimana tanda terlambat dan gejala lain dari perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal tenaga medis.
3. Sistem Muskuloskeletal ibu y6ang terjadi selama kehamilan merupak kebalikan dari puerperium, adaptasi termasuk relaksasi dan hipermobilisasi dan tulang-tulang, perubahan pusat gravitasi pada ibu disebabkan karena membesarnya uterus. Stabilisasi tulang-tulang komlit 6 -8 minggu setelah kelahiran.
4. Sistem Integumen
Cloasma pada kehamilan kadang-kadang menghilang pada akhir kehamilan. Hiperpigmentasi pada areola dan linea ligra mungkin tidak susut hilang secara sempurna setelah kelahiran beberapa wanita akan mempunyai kelebihan pigmen pada daerah tersebut secara menetap. Bagian tanda pada dada, abdomen, pinggul dan paha mungkin menghilang, tapi kadang-kadang tidak.

 ADAPTASI PSIKOSOSIAL PADA POST PARTUM
Fase-fase transisi :
o Fase antisipasi kehamilan :
Fase antisipasi orang tua, membuat keputusan dan harapan, membagi pekerjaan dalam keluarga.
o Fase bulan madu (periode post partum)
Kontak lebih lama dan intim, menggali keadaan anggota keluarga yang baru.
Menurut Rubin, fase adaptasi ibu meliputi :
1. Taking In
- Dependent
- Pasif
- Fokus pada diri sendiri
- Perlu tidur dan makan
2. Taking Hold
- Dependent
- Independent
- Fokus melibatkan bayi
- Melakukan perawatan diri sendiri
- Waktu yang baik untuk penyuluhan
- Dapat menerima tanggungjawab
3. Letting Go
- Independence pada peran yang baru
- Letting go terjadi pada hari-hari terakhir pad minggu pertama persalinan.

Adaptasi psikologis ayah :
1. Respon ayah :
- Bangga dan takut memegang bayi.
- Diekspresikan secara berbeda-beda, dekat dengan keluarga, mengadakan pesta dengan teman-teman.
- Pada waktu immediately ; kelihatan lelah dan mengantuk.
- Bila ada komplikasi bayi, maka ayah akan mencari informasi untuk ibu dalam merawat bayinya.
2. Psikologis ayah :
Tergantung keterlibatan selama proses kelahiran berlangsung. Biasanya ayah merasa lelah dan ingin selalu dekat dengan istri dan anaknya. Bila ada masalah dengan bayinya dan harus dirawat terpisah dengan ibunya, maka ayah merupakan sumber informasi bagi ibu mengenai anaknya. Dalam hal ini ayah sering merasa khawatir tentang keadaan istri dan anaknya.
Ayah juga dapat mengalami post partum blue karena masalah keuangan keluarga, merasa tidak yakin akan kemampuannya sebagai orang tua dan kesulitan beradaptasi terhadap perubahan hubungan dengan istrinya.
3. Psikologi keluarga :
Kehadiran bayi yang baru lahir di dalam keluarga menimbulkan adanya perubahan-perubahan paeran dan hubungan di dalam keluarga tersebut. Umpamanya anak yang lebih besar sekarang menjadi kakak, orang tua menjadi kakek, suami-istri harus saling membagi perhatian karena tuntutan dan ketergantungan bayi dalam memenuhi kebutuhannya. Bila banyak anggota keluarga yang dapat membantu dalam merawat bayi, mungkin keadaannya tidak sesulit bila tidak ada yang membantu.
Mengingat kompleksnya tugas-tugas ibu pada masa sesudah melahirkan, dimana ibu harus merawat dirinya, merawat bayinya dan melakukan tugas rumah tangga, maka perawat bidan bertanggungjawab untuk mempersiapkan ibu sebelum melahirkan.
4. Cara adaptasi Sibling :
ö Ajak saudara kandung jenguk ke rumah sakit
ö Telepon
ö Waktu pulang ; ayah memegang bayi, ibu memegang peranan dalam siling
ö Sibling merawat boneka, ibu merawat bayi
ö Jangan mengurangi waktu
ö Beri hadiah dari bayi untuk sibling
ö Anjurkan pengunjung untuk menegur sibling

 PERAWATAN PASCA PERSALINAN
1. Mobilisasi, karena lelah sehabis bersalin, ibu harus diistirahatkan tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan, kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis, tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari keempat dan kelima sudah diperbolehkan pulang.
2. Diet : makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayur-sayuran dan buah-buahan.
3. Miksi : hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dalam spasme otot iritasi sfingter ani selama persalinan, juga karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita hamil sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras, dapat diberikan obat laksans peroral, atau per rektal, jika belum bisa lakukan klisma.
5. Perawatan payudara (mamma) ; perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemah tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya, bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan dengan :
- membebat payudara
- memberi obat estrogen untuk supresi LH. Seperti tablet lynoral dan parlodel.
6. Laktasi untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan.
7. Cuti hamil dan bersalin ; menurut UU bagi wanita pekerja berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan setelah bersalin.
8. Pemeriksaan pasca persalinan
Pemeriksaan post natal antara lain :
a) Pemeriksaan umum ; TD, nadi, keluhan dan sebagainya
b) Keadaan umum ; suhu badan, selera makan dan lain-lain
c) Payudara ; ASI, putting susu
d) Dinding perut ; perineum, kandung kemih dan rektum
e) Sekret yang keluar; lochia, flour albus
f) Keadaan alat-alat kandungan
9. Nasehat untuk ibu post partum
a) Fisioterapi postnatal sangat baik bila diberikan
b) Sebaiknya bayi disusui
c) Kerjakan gimnastik setelah bersalin
d) Untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarga sebaiknya melakukan KB untuk menjarangkan anak
e) Bawalah bayi anda untuk memperoleh imunisasi.

 KONSEP DASAR KEPERAWATAN

φ Pengkajian data dasar klien
Kontinuasi progresif dari dasar data untuk tahap I.V
φ Aktivitas istirahat
Insomnia mungkin teramati
φ Sirkualsi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari
φ Integritas ego
Peka rangsang, takut menangis (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3
hari setelah melahirkan)
φ Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan hari ke-5
φ Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke-3
φ Nyeri / ketidak-nyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
ke-5 post partum
φ Seksualitas
 Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
 Lochia rubra berlanjut sampai hari ke-2 & 3 berlanjut menjadi lochia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal ; rukemben, versus ambulsi berdiri) dan aktivitas (misalnya menyusui)
 Payudara memproduksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan umum
2. Mencegah komplikasi
3. Mendukung ikatan keluarga
4. Memberikan informasi dan pedoman antisipasi
Tujuan pulang :
1. Kebutuhan fisiologis / psikologis dipenuhi
2. Komplikasi dicegah / teratasi
3. Ikatan keluarga dimulai
4. Kebutuhan pasca partum dipahami

 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri (akut) ketidak nyamanan
- Dapat dihubungkan dengan trauma mekanis, ecioma/pembesaran jaringan atau distensi, efek hormonal
- Kemungkinan dibuktikan oleh : melaporkan krara (afterpain) sakit kepala, ketidak nyamanan perinial, dan nyeri tekan payudara, perilaku melindungi/distraksi, wajah menunjukkan nyeri.
- Hasil yang diharapkan : mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidak nyamanan dengan tepat. Mengungkapkan kurangnya ketidak-nyamanan

Intervensi dan rasional
a) Tentukan adanya lokasi dan sifat ketidak nyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
R/ mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat
b) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. Perhatikan edema, ekimosis nyeri tekan lokal, eksedat puralen, atau kehilangan perlekatan jahitan (rujuk pada DK : infeksi, resiko tinggi terhadap).
R/ dapat menunjukkan trauma pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi /intervensi lanjut.
c) Beri kompres es pada perineum, 24 jam pertama setelah kelahiran, selama 15 menit.
R/memberi anasteri lokal, meningkatkan vaso kontriksi dan mengurangi edema dan vasodilatasi.
d) Berikan kompres panas lembab (misalnya rendam duduk/bak mandi) diantara 1000 dan 1050 F (38,,00 saampai 43,20C) selama 20 menit, 3 sampai 4 hari sehari setelah 24 jam pertama.
R/ meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutasi pada jaringan, menurunkan edema dan menaikkan penyembuhan.
e) Anjurkan untuk duduk dengan otot gluteal terkontraksi daitas perbaikan opisiotomi.
R/ penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress dan tekanan langsung pada perineum.
f) Inspeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam ; penggunaan kompres with hatel, dan menaikkan pelvis pada bantal. ( rujuk pada DK, konstipati resiko tinggi terhadap)
R/ membantu untuk mengurangi hemoroid dan varises vulva dengan meningkatkan vasokontriksi lokal, menurunkan ketidak nyamanan dan gatal memungkinkan kembalinya usus pada fungsi normal.
g) Kaji nyeri tekan uterus ; tentukan adnya dan frekuansi/intensitas afterpain. Perhatikan faktor-faktor pemberat.
R/ selama 12 jam pasca partum, kontraksi uterus kuat dan regular, dan ini berlanjut selama 2-3 hari selanjutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya berkurang. Faktor-faktor yang memperberat afterpain meliputi multipare, overaistensi uterus, menyusui dan pemberian preparat ergot dan oksitosin.
h) Anjurkan klien berbaring terkurap dengan bantal dibawah abdoment dan ia melakukan teknik visualisasi atau aktivitas pengalihan.
R/ meningkatkan kenyamanan, meningkatkan rasa kontrol, da kembali memfokuskan perhatian.
i) Inspeksi payudara dan jaringan puting ; kaji adanya pembesaran dan puting pecah-pecah.
R/ pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan tidak perih, dan puting harus bebas dari pecah-pecah atau area kemerahan.
j) Anjurkan menggunakan Bra penyokong
R/ mengangkat payudara kedalam 3 kedepan, mengakibatkan posisi lebih nyaman.
k) Berikan informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan, memberi kompres panas sebelum memberi makan, mengubah posisi bayi dengan tepat dan mengeluarkan susu secara manual.
R/ tindakan ini dapat membantu klien menyusui merangsang aliran susu dan menghilangkan statis dan pembesaran (rujuk pada DK ; menyusu(uraikan)).
l) Anjurkan klien memulai menyusui pada putingyang tidak nyeri tekan untuk beberapa kali pemberian susu secara berurutan, bila hanya satu puting yang sakit atau luka.
R/ respon menghisap awal kuat dan mungkin menimbulkan nyeri dengan mulai memberi susu pada puyudara yang tidak sakit dan kemudian melanjutkan untuk menggunakan payudara, mungkin kurang menimbulkan nyeri dan dapat mengangkat penyembuhan.
m) Beri kompres es pada area aksik payudara bila klien tidak merencanakan menyusui. Berikan kompresi ketat dengan mengikat selama 72 jam atau penggunaan bea penyokong yang sangat ketat hindari pemejanan berlebihan pada payudara pada panas atau merangsang payudara dengan bayi, pasangan seksual, atau klien sampai proses sekresi selesai (kira-kira 1 minggu).
R/ pengikatan dan kompres es mencegah lektasi dengan cara-cara mekanis dan metode yang disukai untuk menekan laktasi. Ketidak nyamanan berakhir kira-kira 48-72 jam, tetapi dipermudah atau dihentikan dengan menghindari rangsangan puting.
n) Kaji klien strop kepenuhan kandung kemih ; implementasikan kandungan untuk memudahkan berkemih, instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setelah anestesia hilang (rujuk pada DK; Eliminasi, urinarius, perubahan, resiko tinggi tehadap).
R/ kembalihnya fungsi kandung kemih normal dapat memerlukan waktu 4-7 hari, dan overdistensi kandung kemih dapat menciptakan perasaan dorongan dan ketidak nyamanan. Latihan kegel membantu penyembuhan dan pemulihan dari tunus otot pubokoksigeal dan mencegah stress urinarium inkontinery.
o) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anastesia sebaranoid, hindari pemberian obat klirn sebelum sifat penyebab dari sakit kepala ditentukan. Perhatikan karakter sakit kepala untuk membedakan sakit kepala yang berkenaan dengan anastesia atau hipertensi karena kehamilan (HKK). Anjurkan tirah baring, tingkatkan cairan peroral dan beritau dokter atau anastesialogis, sesuai indikasi.
R/ kebocoran cairan sembrospinal (CSS) melalui dua keruangan ekstradural menurunkan volume yang diperlukan untuk mendukung jaringan otak, menyebabkan batang otak turun. kedater kengkuak bila klien pda posisi tegak. Cairan membantu merangsang produksi CSS. HKKmengakibatkan edema serebral yang memerlukan intevensi lain (rujuk pada DK ; kelebihan volume cairan, resiko tinggi terhadap).

KOLABORASI
 Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua kali sehari dengan makan selama 2-3 minggu, kaji hipetensi pada klien ; tetap bersama klien selama ambulasi pertama. Berikan informasi tentang kemungkinan membengkaknya kembali payudara atau kongesti bila penggunaan obat dihentikan.
R/ bekerja untuk menekan sekresi prolektin, namun merupakan rseptol agonis poten depamin dan dapat menyebabkan hipotensi berat. Karenanya itu, harus diberikan hanya setelah tanda-tanda vital stabil dan tidak lebih cepat dari 4 jam setelah melahirkan. Sampai 40% wanita mengalami masalah kongsti dan pembesaran payudara kemosli.
 Berikan analgesit 30-60 watt. Sebelum menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesit setiap 3-4 jam selama pembesaran payudara da aferpain.
R/ memberi kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepaasan oksitosin. Bila klien bebas dari ketidak nyamanan ia dapat menfokuskan pada perawatannya sendiri dan bayinya dan pada pelaksanaan tugas-tugas menjadi ibu.
 Berikan speci anastesik, salep topikal, dan kompres wite hatel untuk perineum bila dibutuhkan..
R/ meningkatkan kenyamanan loket
 Bantu sesuai dengan kebutuhan dengan infeksi salin atau pemberian “block paten” pada sisi pungsi aural. Pertahankan klien pada posisi horisontal setelah prosedur.
R/ efektif untuk menghilangkan sakit kepala spinal berat. Prosedur blood patch mempunyai keberhasilan 90% - 100% ; menciptakan bekuan darah yang menghasilkan tekanan dan menyegel kebocoran.

2) Menyusui (tergantung apakah ibu bayi menunjukkan kepuasan atau ketidakpuasan atau mengalemen menyusui)
- Dapat berhubungan dengan ; tingkat pengetahuan, pengalemen sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
- Kemungkinan dibuktikan oleh : ungkapan ibu yang akan tingkat kepuasan, observasi proses menyusui , respon /penambahan BB.
- Hasil yang diharapkan klien akan : mendemonstrasikan teknik menyusui, mengungkapkan pemahaman tentang proses /situasi menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu lain dengan bayi dipuaskan setelah setelah menyusui.
Intervensi dan rasional.
a) Kaji pengetahuan dengan : tingkat pengetahuan, pengalemen klien tentang tentang menyusui sebelumnya.
R/ membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
b) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
R/ mempunyai dukungan yang cukup meningkat kesempatan untuk pengalemen menyusui dengan berhasil. Sikap dan komentar negatif mempengaruhi upaya-upaya dan dapat menyebabkan klien menolak mencoba untuk menyusui.
c) Berikan informasi verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, faktor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
R/ membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan dan membuat peran ibu menyusui. Pamplet dan buku-buku menyediakan sumber yang dapat dirujuk klien sesuai kebutuhan.
d) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
R/ posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting, tanpa memperhatikan lamanya menyusui
e) Kaji puting klien ; anjurkan klien melihat puting sehabis menyusui.
R/ identivikasi dan intervensi dini dapat mencegah/ membatasi terjadinya luka atau pecah puting, yang dapat merusak proses menyusui.
f) Anjurkan klien untuk mengeringkan puting dengan kolam selama 20-30 menit setelah menyusui dan memberikan preparat lanulin setelah menyusui atau menggunakan lampu pemanas, dengan lampu untuk 40 watt, ditempatkan 14 inci dari payudara selama 20 menit. Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan Bra berlapis plastik dan mengganti pembalut bisa basah atau lembab.
R/ pemajanan pada udara atau panas membantu mengencangkan puting, sedangkan sabun dapat menyebabkan kering. Mempertahankan puting dalam media lembab meningkatkan prtumbuhan bakteri dan kerusakan kulit (catatan : stui menjelaskan mengoleskan sedikit ASI pada area puting dapat bermaanfaat untuk mengatasi puting lecet.
g) Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan pelindung puting kecuali ser khusus di indikasikan.
R/ ini telah diketahui telah menambah kegagalan laktasi pelindung mencegah mulut bayi mengarah pada kotak dengan puting ibu, yang mana perlu untuk melanjutkan pelepasan prolaktin. (menaikkan produksi susu)dan dapat mengganggu atau mencegah tersedinya suplai susu yang adekuat (catat pelindung yang digunakan sementara dapat menguntungkan pada kondisi puting pecah yang berat)
h) Berikan pelindung puting payudara khusus (mis: pelindung eschman) umtuk klien menyusui dengan puting masuk atau datar. Aanjuran penggunaan kompres es sebelum menyusui dan latihan puting dengan memutar diantara ibu jari dan jari tengah dan menggunakan teknik huffman.
R/ mangkuk laktasi/ pelindung payudara, latihan dan kompres es membantu membuat puting lebih ereksi, teknik huffman melepaskan perlengketan yang menyebabkan interfensi putting.
KOLABORASI
 Rujuk klien pada kelompok pendukung ; misalnya posyandu
R/ memberikan bantuan terus menerus untuk meningkatkan kesuksesan hasil
 Identifikasi sumber yang tersedia dimasyarakat sesuai indikasi misalnya program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
R/ pelayanan ini mendukung pembinaan ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.

3) Cedera, resiko tinggi terhadap
- Faktor resiko dapat meliputi : Biokimia, fungi regulator (mis : hipotensi ortostalik, terjadinya titik atau eklamsia), efek-efek anastasi, tromboembolisme, profil darah amnormah (anemia, sensitivitas rubeck, inkompabilitasi Rh)
- Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda gejala untuk menegakkan diagnosa aktul)
- Hasil yang iharapkan klien akan : mendemonstrasikan pelaku untuk menurunkan faktor-faktor resiko/melindungi diri. Bebas dari komplikasi.
Intervensi dan Rasional
a) Tinjau ulang kadar Hb darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda-tanda anemia.
R/ anemia adalah kehilangan darah mempredesposisikan sinkope klien karena ketidak adeguatan pengiriman oksigen keotak.
b) Anjurkan ambulasi dan latihan dini kecuali pada klien yang mendapatkan anastesia sebarakharid, yang maka tetap berbaring selama 5-8 jam tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala, sesuai indikasi protokol dari kembalinya sensasi otot.
R/ menaikkan sirkulasi dan aliran balik vena keekscremitas bawah menurunkan resiko pembentukan trombul yang dihubugkan dengan statik meskipun posisi q reskomber setelah anastesia suborahnoid kontroversial, ini dapat membantu mencegah keboccoran ESS dan sakit kepala lanjut.
c) Biarkan klien duduk dilantai atau kursi dengan kepala diatara kaki atau berbaring pada posisi datar bila ia merasa pusing.
R/ membantu mempertahankan atau meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak.
d) Catat efek-efek magnesium selfat (mg so4), bila diberikan kaji respon patela dan pantau status pernapasan.
R/ tidak adanya respek patela dan frekuensi pernapasan dibawah 12x/menit menandakan foksisistas dan perlunya penurunan dan pemberhentian terapi obat.
e) Berikan kompres panas lokal : tngkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.
R/ merangsang sirkulasi dan menurunkan penumpukan pada vena diekstromitas bawah, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
f) Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, resiko-resiko dan perlunya mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi.
R/ periode inkubasi 14-21 hari. Anafilaktik alergi atau respon hipersensivitas dapat terjadi, memerlukan pemberian efineprin.
KOLABORASI
 Beri Mg SO4 melalui pompa infus, sesuai indikasi
R/ membantu matikan kepekaan serobral pada adanya titik atau eklamsia
 Berikan kaes kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila resiko-resiko ada atau gejala-gejala flebitis ada.
R/menurunkan status vena melalui aliran balik vena
 Berikan anti kuagulan : evaluasi vaktor-vaktor kuagulasi dan perhatikan tanda-tanda kegagalan pembekuan (rujukan pada MK tromboflebitis pasca partum)
R/ meskipun biasanya tidak diperlukan, anti keagulan dapat mencegah trjadinya trombus lebih lanjut.
4) Infeksi, resiko tinggi terhadap
- Faktor resiko dapat meliputi : trauma jaringan/kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur infasif, peningkatan pemejanan lingkungan, ruptur ketuban lama, mlnutrisi.
- Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual)
- Hasil yang iharapkan klien akan :
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko atau menaikkan penyembuhan, menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen. Bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi dan rasional
a) Kaji catatan pranatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, leserasi, hemongi dan tertahannya plasenta.
R/ membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang dapat mengganggu
penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan pitel jaringan endometrium dan memberi kecenderungan klien terkena infeksi.
b) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
R/ penaikan suhu sampai 100F (38,30C) dalam 24 jam pertama sangat menandakan infeksi : penaikan sampai 100,40F (38,00C) pada 2 dari 10 hari pertama pasca partum adalah bermakna.
c) Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.
R/ lokhia secara normal mempunyai bau amis/daging, namun pada endometritis, rabas mungkin purulen dan bau busuk, mungkin gagal untuk menunjukkan kemajuan normal untuk rubra menjadi serosa atau alba
d) Evaluasi kondisi puting ; perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan. Anjurkan pemerikaan rutin payudara, tinjau perawatan yang tepat dan teknik pemberian makan bayi.
R/ tejadinya firusa/pecah-pecah pada puting menimbulkan potensial resiko terkena mastitis.
e) Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih
R/ statis urinarius menaikkan resiko terhadap infeksi
f) Kaji terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (isk) atau sistisis. Misalnya ; penaikan tan frekeunsi, dorongan atau disuria), catat warna dan tampilkan urine, hematuria yang telihat, dan adanya nyeri suprapubis.
R/ gejala ISK dapat tampak pada hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum karena naiknya infeksi traktu dari uretra kekandung kemih dan kemungkinan keginjal.
g) Anjurkan teknik mencuci tangan cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut parineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
R/ membantu mencegah atau menghalangi penyebaran infeksi.
h) Tingkatkan tidur dan istirahat
R/ menunjukkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi dan oksigen digunakan untuk proses pemulihan dari pad untuk kebutuhan energi
i) Kolaborasi kaji jumlahsel darah putih (SDP)
R/ penaitan jumlah SDP pada 10-12 hari pertama pasca partum atau normal sebagai mekanisme perlindungan dan dihubungkan dengan peningkatan neutrofil dan pergeseran kekiri, yang mana mungki pada awalnya mengganggu pngidentifikasian infeksi.
j) Catat Hb dan Ht berikan preparat zat besi dan vitamin bila perlu.
R/ menetukan apakah ada status anemia membantu memperbaiki defeiersi.
k) Berikan metilergonovin maleat (methergine) atau argonuvin maleat (ergotrate) setiap 3 sampai 4 jam, sesuai kebutuhan.
R/ membantu mengembangkan kontraksi meomitrium dan involusi uterus menurunkan resiko infeksi.
l) Bantu dengan atau dapatkan kultur dari vagina, serum dan sisi perbaikan episiotomi sesuai indikasi
R/ untuk megidentifikasi organisme penyebab bila ada dan mencantumkan anti biotik yang tepat.
m) Anjurkan klien untuk menggunakan krim antibiotik pada perineura, sesuai indikasi
R/ memberantas organisme infeksius lokal
n) Berikan antipiretik setelah kultur didapatkan
R/ bila diberikan sebelum identiikasi proses infeksi, antipiretik dapat meenutupi tanda-tanda dan gejala yang perlu untuk membedakan diagnosa.
5) Eliminasi urine, perubahan
- Dapat dihubungkan dengan ; efek, hormonal, trauma mekanis, edoma jariongan, efek-efek anastasia.
- Kemungkinan dibuktikan oleh ; peningkatan pengisian / distensikandung kemih, perubahan pada jumlah/frekuensi berkemih.
- Hasil yang diharapkan klien akan : berkemih tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah kelahiran. Mengosongkan kandung kemih setiap berkemih.
Intervensi dan rasional
a) Kaji masukan cairan dan keluaran urine terakhir.catat masukan cairan dan keluaran urine dan lamanya persalinan.
R/ pada periode pasca partum awal, kira-kira untuk kaji cairan yang hilang melalui keluaran urine dan kehilangan tidak rasiomata, termasuk diaforesis. Persalinan yang lama dan penggantian cairan yang tidak efektif dapat mengakibatkan dehidrasi dan menurunkan haluan urine.
b) Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fuadis dan lokasi, serta jumlah aliran lakhia.
R/ aliran flasma ginjal, yang menaikkan 25% - 50 % selama periode pranatal, tetap tinggi pada periode pertama pasca partum, mengakibatkan peningkatan pengisian kandung kemih.
c) Perhatikan edema laserasi/eposiatami dan jenis anastesi yang digunakan.
R/ trauma kandung kemih atau uretra, atau edema dapat mengganggu berkemih, anastesia dapat mengganggu sensasi penuh pada kantong kemih
d) Tes urine terhadap albumin dan aseton
R/ proses katalitik dihubungkan dengan involusi uterus dapat megakibatkan protemuria (t) pada : 2 hari pertama paca partum. Aseton dapat menandakan dehidrasi yang dihubungkan dengan persalinan lama atau kelahiran.
e) Anjurkan berkemih dalam 6-8 pasca partum, dan setiap 4 jam setelahnya bila kondisi memungkinkan, biarkan klien berjalan kekamar mandi. Alirkan air hangat diatas periterium.
R/ variasi interversi mungkin perlu untuk merangsang atau memudahkan berkemih penuh mengganggu mobilitas dan involusi uterus dan menaikkan aliran lokhia.
f) Instruksikan klien untuk melaklukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesi berkurang.
R/ lakukan latihan kegel 100 x /hari menaikkan sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan funus otot pubokogsigel dan mencegah atau menurunkan inkuntiners stress.
g) Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/hari
R/ membantu mencegah stesis dan dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu melahirkan.
h) Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ stasis, hegiene buruk dan masuknya bakteri dapat memberi kecenderungan klien terkena ISK.
Kolaborasi
 Kateteresasi, dengan keteter lurus atau indwelling, sesuai indikasi
R/ mungkin perlu untuk mengurangi distensi kandung kemih untuk memungkinkan ivolusi uterus, dan mencegah anatomi kandung kemih, karena distersi berlebihan.
 Dapatkan spisimen urine, dengan menggunakan teknik penampungan yang bersih atauketeterisasi, baik klien mempunyai gejala-gejala ISK
R/ adanya bakteri atau kultur dan sensitifitas positif adalah diagnosis ISK.

6) Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
- Faktor resiko dapat meliputi : penurunan masukan/penggantian tidak adekuat, kelebihan cairan berlebihan
- Kemungkinan dibuktikan ; tidak dapat ditetapkan, adnya tanda dan gejala untuk menegakkan dignosis aktual
- Hasil yang diharapkan klien akan ; tetap normatensif dengan masukan cairan dan keluaran urine seimbang dan Hb/Ht dalam kadar normal
Inteversi dan rasioanl :
a) Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran : tinjau ulang riwayat interpartal.
R/ potensial hemorangi untuk kehilangan darah berlebihan pada waktu kelahiran yang berlanjut pada periode pasca partum dapat diakibatkan dari persalinan yang lama, stimulasioksotosin tertahannya jaringan, uterus overdistersi atau anastesi umu.
b) Dengan perlahan masase undus bila uterus menonjol
R/ merangsang kontraksi uterus dapat mengontrol pendarahan
c) Perhatikan adanya rasa haus, beri cairan sesaui toleransi
R/ rasa haus mungkin merupakan cara homeostasis dari pergantian cairan melalui peningkatan rasa haus.
d) Evaluasi status kandung kemih : tingkatkan pengosongan bila kandung kemih penuh.
R/ kandung kemih penuh mengganggu kontraktilitas uterus dan menyebabkan perubahan posisi dan relaksasi fundus.
e) Pantau suhu
R/ penaikan suhu dapat meemperberat dehidrasi
f) Pantau nadi
R/ takikardia dapat terjadi memaksimalkan sirkulasi cairan, pada kejadian dehidrasi atau hemoragi.
g) Kaji tekanan darah sesuai indikasi
R/ penaikan TD mungkin karena efek-efek lasopressor oksitosin, atau terjadinya HKK yang baru atau sebelumnya.Penaikan TD adalah tanda lanjut kehilangan cairan berlebihan khususnya bila ditandai dengan syock.
h) Evaluasi masukan cairan dan saluran urine selama diberikan infus I.V atau sampai pola berkemih normal terjadi
R/ membantu dalam analisis keseimbangan cairan dan derajat kekurangan.
i) Pantau pengisian payudara dan supali ASI bila menyusui
R/ klien dehidrasi tidak mampu menghasilkan ASI yang adekuat
Kolaborasi
 Ganti cairan yang hilang dengan infus I.V yang mengandung elektrolit
R/ membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggantikan kehilangan karena kelahiran da diaoresis.
 Lakukan atau tingkatkan kecepatan cairan I.V seperti laritan RL dengan oksitosin 10 sampai dengan 20 unit.
R/ oksitosin diperlukan untuk menstimulasi meometrium bila pendarahan berlebihan menetap atau uterus gagal untuk kontraksi. Pendarahan menetap pada adanya pundus kuat dapat menandakan laserasi dan kebagian terhadap penyelidikan lanjut.
7) Konstipasi
- Dapat berhubungan dengan : penurunan tonus otot (diastasis rekti), efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestasia, diare persalinan kurang masukan, nyeri perineal/reksal
- Kemungkinan dibuktikan oleh ; melaprkan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, fases kurang dari biasanya mengejang pada defekasi, penurunan bising usus.
- Hasil yang di hampirkan klien akan : melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya optimal dalam 4 hari setelah kelahiran.
Tindakan interversi
a) Auskeltasi adanya gesing usus, perhatikan kebiasaan pengosongan normal atau diastasis reksi :
R/ mengevaluasi fungsi usus adanya diastasis recti berat (pemisahan dan dua otot rectus sepanjang garis mediara dari dinding abdomen) menurun tunus otot abdomen diperlukan untuk upaya mengedar secara pengosongan.
b) Kaji terhadap adanya hemoroid. Berikan informasi tentang memasukkan kembali hemoroid kedalam kanal anorektal dengan jari dilumesi atau dengan sarung tangan, dan berikan kompreses atau kompres white hatel atau krim anastesik lokal.
R/ menurun ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidak nyamanan dan menaikkan vasokongriksi lokal.
c) Berikan informasi diet yang tepat tentang pentingnya makanan kasar, peningkatan cairan, upaya untuk membuat pola pengosongan normal.
R/ makanan kasar (misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran) da peningkatan cairan menghasilkan bulk dan merangsang eliminasi.
d) Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas ambolasi sesuai toleransi
R/ membantu menaikkan paristalsik gastrointestiruak
e) Kaji episiotomi ; perhatikan adanya laserasi dan derajat keterlibatan jaringan.
R/ edema berlebihan atau trauma perineal dengan lesensi derajat ke-3 dan ke-4 dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan mencegah klien dari merelaksasi perireum selama pengosongan karena takut untuk terjadi cairan selanjutnya.
f) Kolaborasi laksatif. Pelunak faesis, sopositori atau edema
R/ perlu untuk meningkatkan kembali kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengajar atau stress perinal selama pengosongan. (catatan : pemberian supositonia atau enema pada adanya leserasi derajat 3 atau 4 dapat dikontra indikasikan karena trauma lanjut dapat terjadi).