Gambaran Kasus
Petugas bangsal A dapat jasa pelayanan besar, sedangkan petugas bangsal B dapat jasa pelayanan sedikit, dokter itu kok dapat banyak ya? dan dokter yang satu lagi dapat sedikit, perawat itu cuma merawat dibangsal, sedangkan kami selalu menghadapi pasien kritis di Intensif Care Unit tapi dapat jasa cuma sedikit, maka terjadilah duga-menduga, tuduh-menuduh karena ketidak puasan terhadap jasa pelayanan yang diterima.
Sebagai pengalaman saat bekerja di Rumah Sakit, baik di Rumah Sakit Swasta atau Rumah Sakit pelat merah, bahwa seluruh petugas yang telah melayani pasien, biasanya dapat insentif berupa uang yang disebut dengan jasa pelayanan atau jasa medis. Besar kecilnya pembagian jasa tergantung dari Rumah Sakit yang bersangkutan.
Petugas yang dapat menikmati jasa pelayanan adalah petugas yang telah melayani pasien dan petugas yang telah berkontribusi terhadap kelancaran sistim kerja di Rumah Sakit, artinya seluruh petugas dapat bagian, tapi besar dan kecilnya pendapatan tergantung dari jenjang pendidikan,resiko kerja,indeks dan lain-lain.
Data yang tidak akurat
Setiap pembagian jasa, kadang-kadang terjadi ketidak puasan, ketika dilontarkan pertanyaan kepada Tim pembagi jasa atau pada Manajemen Rumah Sakit yang berwenang, kadang-kadang yang bertanya tidak mendapat jawaban yang memuaskan, karena tidak dijawab dengan data konkret dan alasan yang logis.
Tim pembagi jasa, mengolah data berdasarkan data sekunder atau laporan keuangan bulanan, kemudian diolah secara manual dan dibagi berdasarkan jumlah total pendapatan masing-masing bangsal. Setelah nominal total pendapatan bangsal digodok, kemudian dipersentasekan berdasarkan indeks,tingkat pendidikan dan resiko kerja.
Disini saya mengamati ada kekurangan, bahwa Tim pembagi jasa hanya mematok jasa berdasarkan penghasilan total bangsal, bukan penghasilan total masing-masing individu yang benar-benar melakukan pelayanan.
Pembagian jasa yang ideal
Ini hanya sebagai contoh, petugas A telah melakukan tindakan pembedahan dengan jasa Rp 10.000 untuk satu orang pasien, dalam 8 jam dinas beliau telah melakukan pembedahan 5 kali pada pasien yang berbeda, berarti ia telah mendapatkan jasa sebanyak Rp.50.000 untuk satu kali dinas, jika selama 1 bulan beliau melayanani pasien yang berbeda dengan kasus yang sama dan tindakan yang sama, maka pendapatanya selama 1 bulan adalah Rp 1.500.000.
Contoh diatas tidak sesederhana yang saya tuliskan, sebab jenis pelayanan yang diberikan berbeda-beda dan tarif jasa juga beragam, kemudian yang akan mendapatkan jasa bukan 5 atau 10 orang petugas, tapi mencapai ratusan orang, karena tenaga yang bekerja di Rumah Sakit sangat banyak, sehingga saya sangat maklum Tim pembagi jasa atau pihak manajemen Rumah Sakit mematok secara garis besar saja.
Solusi
Mengolah data secara manual dengan membolak-balik laporan keuangan, saya akui sangat susah, susahnya karena tidak memamfaatkan teknologi.
Jika Rumah Sakit, baik milik swasta atau pemerintah menggunakan SIMRS (Sistim Informasi Manajemen Rumah Sakit) maka Tim pembagi jasa tidak akan pusing mengolah data dan seluruh petugas tidak akan berpikiran negatif, karena mereka dapat membuka data di komputer bangsal yang telah terintegrasi dan online keseluruh seluruh bangsal lainya yang ada di Rumah Sakit setempat, sehingga petugas dapat mengentri,mengkaji, memantau, mengetahui tentang apa yang telah ia kerjakan dan apa yang akan ia dapatkan.
Seandainya terjadi kekeliruan oleh Tim pembagi jasa, maka petugas yang telah dirugikan bisa mengajukan data tandingan berdasarkan copy data tentang tindakan dan pelayanan yang telah ia berikan pada pasien.
0 comments:
Posting Komentar