Infolinks In Text Ads

Terapi Obat Pada Ibu Menyusui

ASI diketahui sebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi dan zat-zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat ke dalam air susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak berpengaruh terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. Artikel ini bertujuan untuk melindungi bayi terhadap efek yang tidak diinginkan dari terapi obat secara maternal dan untuk meningkatkan efektifitas terapi farmakologik pada ibu menyusui.

ASI merupakan suatu suspensi lemak dan protein dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-bahan yang diperoleh dari sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme difusi pasif melalui membran.

Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.

Jumlah obat yang mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara plasma dan ASI. Selain itu juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa (konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio ASI terhadap plasma yang lebih tinggi dibandingkan asam lemah. Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin, eritrimisin, antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium, kinin, tiourasil, dan metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi plasmanya. Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin, sulfonamid, diuretik, dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada konsentrasi plasmanya.

Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada konsentrasinya dalam ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI oleh bayi, dan efek obat terhadap bayi.

Sampai saat ini daftar obat-obat yang dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-data yang masih sangat terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan kasus. Karena itu, walaupun obat-obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek samping terhadap ibu menyusui bukan berarti obat-obat tersebut tidak memiliki efek samping semacam itu.

Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami, misalnya rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap mempunyai potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar plasmanya rendah maka kadar ASInya juga rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI hanya akan mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh dibawah dosis pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang dijumpai masalah kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki potensi dan toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek kumulatif karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum sempurna.

Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas. Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari. Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.

Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya, metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang mempunyai waktu paruh plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik yang poten terhadap sumsum tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara parenteral kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.

Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin, estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise yang terjadi setelah melahirkan.

Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik dan antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak dikontraindikasikan selama menyusui.

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu kepada ibu menyusui, antara lain:
1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi, perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang menyusu tersebut.
4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya sudah mencukupi dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat dalam ASI juga sudah relatif rendah.

0 comments:

Posting Komentar