BAB I
KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Beberapa pengertian diare:
- Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
- Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
- Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
- Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kali per hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.
A. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005:
• Bakteri: Salmonella, shigella, E-Coli, Yersinia, Campylobacter.
• Virus: Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.
• Parasit: cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
• Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut, tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
• Non-infeksi: Alergi makanan : susu dan protein, gangguan metabolik atau malabsorbsi, iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan, obat-obatan seperti antibiotic, penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis, faktor psikologis: rasa takut dan cemas, obstruksi usus.
B. Klasifikasi
Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) :
1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.
C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
D. Manifestasi Klinik
Pasien dengan diare akut dengan infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut, sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya rejatan dan hipovolemik harus di hindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan kusmaul). Bila terjadi rejatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tidak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut (CRF). Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah.
Secara klinis diare karena infeksi akut di bagi menjadi dua golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.
E. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
F. Penatalaksanaan
Dasar-dasar penatalaksanaan diare adalah :
1. Rehidrasi.
Jaga hidrasi dengan elektolit yang seimbang. Ini merupakan cara paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri. Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi dengan elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan gangguan elektrolit yang berbahaya dan dalam beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal (keracunan Air). Cairan intravenous kristalod dibutuhkan. Terapi rehidrasi oral Meminum solusi gula/garam, yang dapat diserap oleh tubuh.
Derajat Dehidrasi
Keadaan klinis:
– Ringan: cairan hilang 2-5% BB à turgor kurang, suara serak (vox cholerae), belum presyok.
– Sedang: cairan hilang 5-8% BB à turgor buruk, suara serak, pasien presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
– Berat: cairan hilang 8-10% BB à tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis-koma), otot kaku, sianosis.
Berat jenis plasma:
– Ringan: BJ plasma 1,025-1,028.
– Sedang: BJ plasma 1,028-1,032.
– Berat: BJ plasma 1,032-1,040.
Menentukan jumlah cairan rehidrasi
BJ plasma: BJ plasma/0,001 x BB x 4 ml
Metode Pierce
• Dehidrasi ringan à 5% x BB.
• Dehidrasi sedang à 8% x BB.
• Dehidrasi berat à 10% x BB.
Metode Daldiyono:
Skor/15 x 10% x BB x 1 liter.
– Jika skor <3 dan syok (-) à cairan oral.
– Jika skor >3 dan syok (+) à cairan intravena.
Pemberian cairan dehidrasi dibagi atas:
– 2 jam pertama: beri cairan menurut derajat dehidrasi BJ atau skor daldiyono à agar tercapai rehidrasi optimal.
– 1 jam berikutnya: pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan pd 2 jam pertama.
– Jam berikutnya: pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan dari tinja dan insensible water loss (IWL).
2. Diagnosis.
Pemeriksaan lanjut dilakukan seperti seperti hitung darah lengkap, sfat kimia, urinalisis, dan pemeriksaan feses rutin serta pemeriksaan feses untuk organisasi infeksius atau parasit.
3. Diet.
- Mengurangi minuman dan makanan yang rendah serat sampai periode berkurang.
- Apabila asupan makanan ditoleransi, diet saring dan semi padat dianjurkan.
- Minuman seperti kafein dan yang berkarbonasi dikurangi karena akan merangsang motilitas usus.
- Mencoba memakan lebih sering tapi dengan porsi yang lebih sedikit. Makan teratur.
- Jangan makan atau minum terlalu cepat.
– Tidak boleh puasa.
– Minum sari buah, teh, tidak bergas, makanan yg mudah dicerna spt pisang, nasi, keripik, dan sup.
– Hindari susu sapi àdapat meningkatkan motilitas usus akibat defisiensi laktase transien.
– Hindari Kafein dan alkohol à motilitas dan sekresi usus meningkat.
4. Defisiensi disakarida; Produk susu, lemak, gandum, buah segar dan sayuran dibatasi selama beberapa hari.
5. Drugs; Obat anti diare seperti defenoksilat (Lomotil) diberikan sesuai resep
a) Obat anti diare:
– Loperamide, difenoksilat-atropin, tinktur opium.
– Tidak dianjurkan pada diare infektif à memperpanjang waktu transit bakteri.
– Boleh utk jangka pendek (1-2 hari).
– Hati-hati metoklopramide à kejang akibat rangsangan extrapiramidal.
– Bismuth subsalisilat à kontraindikasi pd HIV à menimbulkan ensefalopati bismuth.
b) Obat yang mengeraskan tinja:
Atapulgite: 4x2 tab/hari.
Smectite: 3x1 sachet sampai diare berhenti.
d) Anti sekretorik; Hidrasec: 3x1 tab/hari.
e) Antimikroba
– Kuinolon: siprofloksasin 500 mg 2x1 tab/hari selama 5-7 hari.
– Kotrimoxazol 2x2 tab/hari.
– Tetrasiklin 500 mg 4x/hari.
– Eritromisin: 250-500 mg 4x/hari.
– metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari à giardiasis.
– Profilaksis à siprofloksasin 500 mg/hari.
G. Komplikasi
1. Renjatan hipovolemikà Tubular Nekrosis Akut pada ginjal à gagal multi organ.
2. Hipoglikemia, introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
3. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
4. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama à hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).dan asidosis metabolic, Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
5. Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare.
6. Sindrom Guillain – Barre à diare, demam, kdg kelumpuhan anggota badan dan badan (Yersinia spp).
7. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare àCampylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dasar data pengkajian klien :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
2. S i r k u l a s i
Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress akut/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. E l i m i n a s i
Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
6. H i g i e n e
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.
8. K e a m a n a n
Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.
9. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.
11. Penyuluhan Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit Diare.
B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasionalisasi Yang Lazim Terjadi
1. Diare b/d imflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan :
- Peningkatan bunyi usus/peristaltik.
- Defakasi sering dan berair (fase akut)
- Perubahan warna feses.
- Nyeri abdomen tiba-tiba, kram.
Tujuan :
- Keluarga akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal.
- Keluarga akan mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Intervensi :
a. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus.
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
b. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
R/ : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan.
c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.
R/ : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.
d. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare.
R/ : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus.
e. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
R/ : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Antikolinergik.
R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.
- Steroid
R/ : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi.
- Antasida
R/ : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.
- Antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif lokal.
g. Bantu/siapkan intervensi bedah.
R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik.
2. Resiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas.
Tujuan :
Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.
R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Observasi TTV.
R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
c. Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.
R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
d. Ukur BB tiap hari.
R/ : Indikator cairan dan status nutrisi.
e. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.
R/ : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
f. Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung
R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.
- Anti diare.
R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
- Antiemetik
R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.
- Antipiretik
R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.
- Elektrolit tambahan
R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan :
- Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.
- Bunyi usus hiperaktif.
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
- Menolak untuk makan.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.
R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi.
c. Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
d. Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan.
R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.
f. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.
R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
g. Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.
R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan
akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
h. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.
R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.
i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Preparat Besi.
R/ : Mencegah/mengobati anemi.
- Vitamin B12
R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia.
- Asam folat.
R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi.
- Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi
penting.
4. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :
- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.
- Perilaku distraksi, gelisah.
- Ekspresi wajah meringis
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.
- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi :
a. Dorong klien/keluarga untuk melaporkan nyeri yang dialami oleh klien.
R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.
b. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri. R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.
c. Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.
R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
d. Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.
R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
e. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas
senggang.
R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
f. Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.
R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.
g. Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan
memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram.
h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
- Analgesik
R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan.
- Antikolinergik
R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.
- Anodin supp.
Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan ditandai dengan :
- Eksaserbasi penyakit tahap akut.
- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan.
- Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup.
- Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
- Orang tua akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan
kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.
- Orang tua akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat
menerimanya.
Intervensi :
a. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.
b. Dorong orang tua untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.
R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalammengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf.
c. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring,
pembatasan masukan peroral dan posedur.
R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan.
d. Berikan lingkungan tenang dan istitahat.
R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.
e. Dorong orang tua untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.
f. Bantu orang tua untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang
digunakan pada masa lalu.
R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.
g. Bantu orang tua belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress,
keterampilan organisasi.
R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit.
6. Kurang pengetahun orang tua (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :
- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep.
- Tidak akurat mengikuti instruksi.
- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
- Orang tua akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
- Orang tua akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk
menerimanya.
- Orang tua akan berpartisipai dalam program pengobatan.
- Orang tua akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.
Intervensi :
a. Kaji persepsi orang tua tentang proses penyakit yang diderita anaknya.
R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.
b. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab.
Dorong orang tua untuk mengajukan pertanyaan.
R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan orang tua kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.
c. Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan
kemungkinan efek samping.
R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
d. Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik
dan perawatan perineal yang baik.
R/ : Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
C. Implementasi (Pelaksanaan dari Intervensi)
D. E v a l u a s i
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama diare dikatakan berhasil/efektif jika :
1. Klien mampu menampakkan hilangnya diare melalui fungsi usus optimal/stabil.
2. Komplikasi minimal/dapat dicegah.
3. Stres mental/emosi keluarga (orang tua) minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif.
4. Orang tua mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi berulangnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. & Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
---------(2004). Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit. (medicastore.com. 2004, diakses 25 Juni 2009)
0 comments:
Posting Komentar