Infolinks In Text Ads

Haemoraghi Post Partum (HPP)

a.         Pengertian

Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.

Insiden

Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.

Etiologi

1.    Atonia uteri (50-60 %).

2.    Retensio placenta (16-17%).

3.    Sisa placenta (23-24 %).

4.    Laserasi jalan lahir (4-5 %).

5.    Kelainan darah (0,5-0,8 %).

d.        Predisposisi

Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek  yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.


e.         Diagnosis

1.    Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.

2.    Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.

3.    Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.

4.    Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).

5.    Pemeriksaan USG jika diperlukan.

6.  

f.          Gejala

Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.

g.         Prognosis

Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

h.         Penatalaksanaan

Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:

1.    Hentikan perdarahan.

2.    Cegah terjadinya syock.

3.    Ganti darah yang hilang.



Penatalaksanaan khusus:

1.         Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):

Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.

2.         Tahap II (perdarahan lebih banyak):

Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.

3.         Bila semua tindakan diatas tidak menolong:

Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.



Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1.         Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.

Tujuan:

Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:

-   Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).

-   Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).

-   Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.

Rencana:

1.    Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.

R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.

2.    Observasi jumlah perdarahan.

R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.

3.    Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.

R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

4.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.

R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.

5.    Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).

R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.



2.         Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.

Tujuan:

Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:

-   Hb > 10 gr %.

-   Konjungtiva tidak anemis.

-   Mukosa tidak pucat.

Rencana:

1.    Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.

R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.

2.    Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.

R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.

3.    Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).

R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.

4.    Kolaborasi dengan dokter dalam:

-   Pemberian koagulantia dan roburantia.

-   Pemberian transfusi.

-   Pemeriksaan DL secara berkala.

5.    Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.



3.         Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.

Tujuan:

Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:

-   Tidak terjadi penurunan kesadaran.

-   TTV dalam batas normal.

-   Turgor kulit baik.

-   Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).

-   Cairan dalam tubuh balance.

Rencana:

1.    Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.

R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.

2.    Observasi TTV tiap 4 jam.

R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.

3.    Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.

R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.

4.    Observasi intake cairan dan output.

R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.

5.    Kolaborasi dalam:

-   Pemberian cairan infus atau transfusi.

-    Pemberian koagulantia dan uterotonika.

-   Pemesangan CVP.

-   Pemeriksaan BJ Plasma.



4.         Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.

Tujuan:

Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:

-   Hasil BGA dalam batas normal.

-   TTV dalam batas normal.

Rencana:

1.    Observasi TTV dalam batas normal.

R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.

2.    Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.

R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

3.    Kolaborasi dalam:

-   Pemeriksaan BGA.

-   Pemberian cairan intravena.



5.         Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan:

Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.

Rencana:

1.    Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.

R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.

2.    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).

R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.

3.    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.

R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.

4.    Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.

R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

0 comments:

Posting Komentar