Reaksi wanita terhadap kelahiran bayinya dan terhadap pengurangan hak-hak ego itu sangat bervariasi. Yang terutama sekali ialah: reaksi mekanisme pembelaan diri yang otomatis menentang bertambahnya macam-macam tugas baru guna merawat dan mengasuh bayinya.
Tugas-tugas baru tadi dinyatakan sebagai suatu “Bahaya bisa menghambat dan memiskinkan ego sendiri”. Lalu timbul reaksi : merasa sangat dirugikan, karena semua tingkah laku ibu muda tersebut menjadi sangat terbatas dan terhambat oleh kehadiran bayinya. Perasaan semacam itu terutama sekali banyak kita jumpai pada ibu-ibu yang sangat muda yang belum siap secara mental untuk menjadi ibu, dan ibu-ibu yang memiliki sifat maskulinitas sangat kuat.
Banyak ibu muda yang merasa takut kalau-kalau kelangsingan tubuh dan kemolekan badannya menjadi lenyap, terutama payudaranya akan menjadi rusak, kempis dan longgar, karena harus menyusui bayinya. Ditambah timbulnya macam-macam konflik antara aspirasi-aspirasi intelektual untuk aktif bergiat di luar, melawan tugas-tugas keibuan di rumah.
Bentuk reaksi negatif lain yang bisa membahayakan kepribadian wanita berupa : beraneka mekanisme pelarian diri dan mekanisme pembelian diri yang semula berhasil dipertahankan, kini menjadi goyah, disebabkan oleh kelahiran bayinya, dan munculnya tugas-tugas keibuannya, dan mereaksi terhadap “bahaya-bahaya” (yaitu tugas keibuan) dengan rasa ketakutan serta kecemasan, lalu berusaha menghindarkan diri dari semua tugas merawat dan mengasuh bayinya.
Juga terdapat wanita-wanita yang merasa tidak mampu mencintai anaknya, padahal umur cinta kasih mutlak perlu bagi kesejahteraan dan kelestarian bayinya. Semua perasaan negatif atau perasaan dirugikan itu pada umumnya adalah kelanjutan dari perasaan-perasaan yang dikembangkan sejak periode kehamilan.
Apalagi ada hal-hal tersebut di atas, bentuk khas dari sifat keibuan itu sangat bergantung pada keseimbangan antara macam-macam konflik yang saling bertentangan tadi. Ketakutan yang berlebih-lebihan pada
berkurangnya hak-hak ego sendiri berakibat munculnya:
a. Usaha untuk melarikan diri dari bayinya
b. Tidak mau bertanggung jawab terhadap perawatan dan nasib anaknya.
c. Berbareng dengan peristiwa tadi, terjadi pula kegagalan pada fungsi-fungsi jasmaniah dari reproduksi, terutama fungsi kelenjar-kelenjar susu menjadi terhalang dan macet, sehingga air susu tidak mau keluar.
d. Sebagai akibat jauhnya, wanita tadi tidak mau menghayati fungsi keibuan sejati.
Sebaliknya, jika terdapat ketakutan yang ekstrem terhadap nasib bayinya atau muncul rasa takut kehilangan
bayinya, maka hal ini akan mengakibatkan :
a. Devosi atau pengorbanan diri yang berlebih-lebihan
b. Juga minat sosial lainnya tidak di perhatikan
c. Bahkan mungkin bisa muncul disposisi kecemasan-kecemasan yang neurotis terhadap anaknya
Ada kalanya kita jumpai proses penguatan cinta-dini yang narsistis pada seorang wanita, sebagai suatu reaksi - kompensasi dari kecenderungan - kecenderungan mesokhistis ekstrem sesudah kelahiran bayinya. Penguatan unsur narsisme sekunder semacam ini khususnya terjadi pada wanita yang kehidupan emosionalnya kaku-beku dingin, sehingga ia tidak mampu menghayati kebahagiaan mengandung bayinya, dan
tidak bisa mencintai anaknya. Peristiwa tadi merupakan bentuk :
a. Kekacauan emosional disertai perasaan-perasaan kosong hampa
b. Dan pemiskinan sifat kewanitaannya yaitu merupakan bentuk gangguan afektif yang schizoid sifatnya.
Wanita-wanita tadi mengharapkan, bahkan sering menuntut, agar bayi/anaknya mencintai dirinya, tetapi dia sendiri tidak sanggup mencintai anaknya. Atau agar bayinya bisa membebaskan ibunya dari derita batin penuh kekosongan dan kehambaran hati. Namun dengan sendirinya ibu tadi merasa kecewa, karena harapannya tidak pernah terpenuhi, sebab sumber penyebabnya ialah: ibu itu sendiri tidak mampu mengembangkan perasaan afeksi yang hangat terhadap anak/bayinya.
Ada pula wanita-wanita yang ingin hamil dan melahirkan anaknya karena didorong oleh rasa kesepian atau oleh perasaan kepedihan ditinggalkan kekasih atau suami.
Untuk mengurangi kecenderungan-kecenderungan negatif tadi, perlu kiranya wanita yang bersangkutan dialihkan kepada interest-interest atau macam-macam kegiatan rekreatif sebagai terapi penyembuhannya.
Tipe wanita yang dihinggapi perasaan-perasaan bersalah dan dosa-dosa misalnya: yang cenderung memberikan reaksi-reaksi depresif dan reaksi neurotis-obsesif. Pada umumnya membiarkan anaknya sejak awal kehadirannya mentiranisir dirinya dengan macam-macam tuntutan dan kemanjaan. Di kemudian hari, jika perbuatan dan kenakalan anaknya sudah keterlaluan disebabkan oleh salah asuh dan salah didik dari sang ibu maka secara mati-matian ibu tadi membebaskan diri dari tiranisasi anaknya. Biasanya ia menjadi putus asa atau justru menjadi sangat maskulin dan agressif sekali, lalu bersikap kasar dan kejam terhadap anaknya.
Pada beberapa wanita lainnya, secara paradoksal kelahiran anaknya justru menambah kreatifitasnya diluar lingkungan keluarga. Adapun motivasi-motivasi penunjang yang memperbesar dorongan kreatifitas mereka adalah : kekecewaan menjadi seorang ibu, ingin melarikan diri dari tugas-tugas keibuan.
Ibu-ibu yang bersifat sangat maskulin ini mirip dengan gadis-gadis cilik yang mencoba memuaskan dorongan aktifnya dengan bermain-main dengan bonekanya. Lalu dengan ciri-ciri maskulinitas tadi ia mencoba-coba memelihara serta mengurus bayinya, dan di kemudian hari mendidik anaknya, maka dengan semakin menonjol kuat kecenderungan-kecenderungan maskulinnya atau tendens kelaki-lakiannya, akan semakin kuat pula usahanya untuk melarikan diri dari tugas-tugasnya sebagai seorang ibu.
Sebaliknya juga, semakin pasif dia dan semakin banyak ia dihinggapi dorongan-dorongan masokhistis, akan semakin bergantunglah ia pada pribadi anaknya. Ada kecemasan berbentuk dependensi pada diri anaknya dan semakin kuatlah usahanya untuk melarikan diri dari macam-macam aktivitas yang maskulin.
Hal ini menjelaskan, bahwa khususnya pada wanita yang sangat pasif, bisa terjadi pernguatan dan penonjolan kecenderungan-kecenderungan maskulin sesudah kelahiran bayinya.
Macam-macam gejala yang telah kita bahas pada periode kehamilan itu bisa berlangsung terus pada masa menyusui dan periode post partum. Misalnya saja, kesenangan menjadi hamil terus menerus, berupa obsesi jadi hamil tanpa disertai emosi-emosi afeksi terhadap anak sendiri itu banyak kita jumpai pada wanita-wanita infantil (kekanak-kanakan, dewasa secara jasmaniah, namun memiliki ciri kekanak-kanakan secara jiwani) . pola tersebut akan dilanjutkan dalam bentuk relasi infantil dengan anaknya. Ibu-ibu macam ini biasanya tidak mampu mengembangkan sikap yang dewasa, tidak bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan realitas yang ada, dan tidak bisa meninggalkan pola relasi-relasi dengan anaknya yang sifatnya sangat kekanak-kanakan lalu ia memainkan peranan keibuannya bagaikan gadis pra puber yang asik menimang-nimang bonekanya.
Sebernarnya, bahwa wanita semacam ini belum siap siaga untuk menjadi seorang ibu. Ketika ia melahirkan bayinya secara spontan ia diliputi rasa senang dan suka memamerkan pada teman-temannya. Ketika ia melahirkan anaknya. Semua ini berlangsung selama beberapa minggu saja. Akan tetapi ketika tiba saat yang lebih serius, dimana sang bayi menuntut pengorbanan dari ibunya berupa tuntutan pemeliharaan dan asuhan, maka mulailah timbul kesulitan dan konflik-konflik batin pada dirinya.
0 comments:
Posting Komentar