PENEGAKAN DIAGNOSA
Trauma tajam dan trauma tembus peluru sangat mudah didiagnosa, yang perlu ditetapkan dengan pasti adalah : apakah trauma tersebut menembus dinding abdomen. Trauma tumpul abdomen memerlukan pemeriksaan fisik yang cermat, untuk menentukan adanya kerusakan organ intraperitoneal. Perlu dibedakan adanya peritonitis atau reaksi peritonitis akibat tertumpahnya isi usus atau darah dalam rongga peritoneum secara bebas, atau tanda-tanda peritonismus akibat rangsangan perdarahan dinding perut atau perdarahan retroperitoneal. Bilamana secara klinis fisis-diagnosis tidak diperoleh kepastian, perlu dibuat foto rontgen abdomen dalam posisi tegak atau setengah duduk dan posisi lateral dekubitus, dengan harapan ditemukannya udara bebas atau cairan bebas intraperitoneal.
Dugaan perdarahan intraperitoneal didukung oleh lokasi trauma, keadaan umum pasien, khususnya keadaan kadar hemoglobin dan hematokrit darah, dan bila diperlukan pungsi dinding perut dengan kanula.
Dugaan trauma ginjal, yang diantarannya didukung dengan adanya hematuria, dapat dievaluasi dengan pembuatan nefrografi dengan kontras intra vena (IVP) dan ruptura buli- buli, dapat dideteksi dengan sistografi, bila mana ditemukan trauma tumpul suprasimfisis disertai tanda-tanda peritonitis, hematuria dengan diuresis yang relatif sedikit.
TINDAKAN PENANGGULANGAN
Evaluasi keadaan jantung-paru
Atasi keadaan syok serta perbaikan kondisi cairan dan balans elektrolit
Pasang kateter secara dauer
Eksplorasi luka/laparotomi pada semua kasus trauma tajam dan trauma tembus peluru, dilaksanakan di kamar bedah, dalam narkose umum, dengan persiapan alat untuk laparotomi.
Eksplorasi luka untuk menyakinkan, apakah luka menembus peritoneum atau tidak, bila luka menembus peritoneum, diteruskan tindakan eksplorasi laparotomi.
Eksplorasi laparotomi dilaksanakan terhadap trauma tumpul abdomen, bilamana jejas adanya tanda-tanda perdarahan dan / atau udara bebas intra peritoneal.
Persiapan darah transfuse secukupnya dengan patokan kadar Hb minimal 10.
Kebijakan khusus :
Perdarahan arteri : dikuasai dengan ligasi
Perforasi usus/gaster : tertutup perforasi. Bila terdapat perforasi multipel usus, atau laserasi luas dari usus/kolon, sebaiknya dilakukan reseksi sederhana sampai hemikolektomi, agar trauma seminimal mungkin dan waktu operasi dipersingkat.
Ruptura hepar : dilakukan penjahitan sederhana sampai lobektomia hepar secukupnya.
Ruptura limpa : dilakukan splenektomi, penjahitan limpa tidak memuaskan, karena kerapukan jaringan dan tingginya tingkat perdarahan.
Kerusakan pankreas : dicoba rekonstruksi, bila mana trauma mengenai kepala pankreas, bila kerusakan dibagian badan pankreas kearah kauda, sebaiknya dilakukan reseksi pankreas.
Ruptura buli-buli : biasanya cukup dengan penjahitan sederhana
Ruptura ginjal : cenderung terapi konservatif, antibiotik dan hemostatikum. Dalam keadaan “Hancur Ginjal” atau perdarahan progresif hilus ginjal, dipertimbangkan tindakan nefrektomi.
Prolaps omentum : tidak boleh sekali-kali memasukkan omentum bukan di kamar bedah dalam kaitan dengan eksplorasi laparotomi
PENUTUP
Dengan pengamatan yang baik, diikuti tindakan penanganan yang cepat dan adekuat, pasien tidak harus mati, akibat trauma abdomen, kecuali pada keadaan ruptur aorta abdominalis.
Meskipun proses menuju keadaan kegawat daruratan medis pada trauma abdomen berjalan cukup lambat, bukan berarti kita dapat meletakkan triase korban trauma abdomen pada tingkat yang rendah.
Perlu latihan, pendidikan, pengalaman yang adekuat ataupun luas, agar seorang yang berkecimpung pada bidang kegawat daruratan medis mampu dengan cepat, cermat dan tepat, menentukan dignosa definitif dari akibat trauma abdomen, terutama pada trauma tumpul, agar terapi yang cepat, tepat dan adekuat dapat diterapkan.
Pemeriksaan fisik, diagnostik klinis sangat berperan dengan atau tanpa dukungan medis.
0 comments:
Posting Komentar