Pertama, susu sapi sapi harus dipanaskan terlebih dahulu karena bayi mengalami kesulitan untuk mencerna berbagai protein apa saja. Proses ini dinamakan denaturasi yang bertujuan menguraikan protein dan menjadikannya lebih mudah diuraikan oleh enzim dalam tubuh bayi. Jika bayi alergi terhadap protein susu, denaturasi tidak banyak membantu. Dengan demikian, gunakan susu kedelai. Saat ini, banyak rumah sakit yang memberikan susu kedelai pada bayi yang baru lahir yang tidak menerima ASI secara rutin. Tentunya, kandungan dalam susu keledai tidak kalah dengan susu formula.
Kedua, pencairan susu sapi. Dibandingkan dengan ASI, susu sapi memiliki jumlah kalori per unit berat yang sama (sekitar 20 kkal per gram atau cc). Namun, susu sapi mengandung dua kali lipat jumlah protein dan mineral utamanya. Oleh karena itu, dua kali juga beban yang harus ditanggulangi oleh ginjal hingga untuk mempermudah pencernaan, dibutuhkan pencairan dengan menggunakan air yang steril dengan perbandingan 2 : 1. Hal tersebut menjadi sangat ironis karena dua nutrisi “pertumbuhan” yang sering dipromosikan (kalsium dan protein), jika terdapat dalam jumlah yang begitu banyak dan tidak dicairkan, bisa mengakibatkan kematian pada bayi.
Ketiga, pemulihan kembali kalori dalam susu. Susu sapi memiliki kepadatan kalori yang sama seperti dengan ASI, sekitar 20 kkal per ons cairannya. Hanya saja, ASI mengandung karbohidrat (laktosa) yang lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi. Setelah proses pencairan, kepadatan kalorinya tersisa setengah sehingga jumlah ini tidak akan mencukupi kebutuhan energi dalam tubuh bayi. Jadi, dilakukan penambahan sumber karbohidrat agar lebih mudah dicerna, misalnya sirop jagung (yang sebagian besarnya adalah glukosa).
Kesimpulannya, dalam mempersiapkan formula bagi bayi, susu sapi harus mengalami denaturasi protein, kemudian dicairkan dengan air, dan ditambah dengan sumber karbohidrat (misalnya, sirop jagung). Walaupun menyerupai ASI, tetap ada yang tidak bisa diubah, yaitu kurangnya zat antibodi.
0 comments:
Posting Komentar