BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada masa perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,1994 adalah 36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit besar dan rujukan dapat lebih tinggi lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara berkembang .Dengan pemeriksaan prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir memerlukan pertolongan resusitasi dan ¼ diantaranya memerlukan intubasi.
Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat penting untuk dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau penyakit yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani melalui konsep pelayanan yang jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam usaha menurunkan kematian perinatal dan meningkatkan mutu generasi yang akan datang.
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)
Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir bahkan janin ,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian dikemudian hari. Antisipasi penangganan dini bayi aspeksia dapat menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang merugikan. Resusitasi yang memadai dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita kegawatan napas, karena dampak jangka panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia akibat gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau beratnya hipoksia ,lokalisasi kerusakan gangguan metabolisme juga tergantung kecepatan penangganan .Yang paling penting adalah mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal care yang baik .Sedangkan apabila sudah terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang lain .semakin cepat ,tepat dan akurat penangganan ,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu mengetahui dan mempelajari cara-cara resusitasi yang benar,untuk menolong bayi baru lahir dengan kegawatan napas.
Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan efektif setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10% dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.
Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas, perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung. Bayi lahir namun kesulitan bernapas dan berat lahir rendah merupakan salah satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir kesulitan bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah menjadi urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat mengandung,”
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi neonatus kepada paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia akan terus menurun dengan adanya pembekalan melalui pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi paramedis itu bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan, baik di rumah sakit maupun klinik kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada posisi 31/1.000 kelahiran pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga saat ini telah memperoleh pelatihan dan pembekalan resusitasi bayi gawat nafas secara nasional. Paramedis itu antara lain terdiri dari dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan. Dalam kasus persalinan, kesulitan bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya terkait dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit. “Terkadang masalah perjalanan yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah sakit, sehingga bayi lahir yang seharusnya mendapat pertologan pernapasan segera jadi terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat faktor kesulitan bernapas itu mencapai sekitar 24 persen, dan berat lahir rendah 26 persen.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul laporan penatalaksanaan resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana pelaksanaan resusitasi yang diberikan pada bayi baru lahir untuk menurunkan angka kematian bayi.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk melaksanakan resusitasi pada bayi baru lahir
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir
b. Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
c. Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan
d. Mampu menerapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan resusitasi tersebut.
D. MANFAAT
Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pertimbangan bagi calon tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan resusitasi pada bayi baru lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997)
- ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.
- FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru .aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi aliran darah keluyar dari ventrikel kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.
- PATOFISIOLOGI
1) MASALAH PELAYANAN PERINATAL
Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.
2) PELAYANAN INTRANATAL
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka pada pusat rujukan diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan dapat mengurangi kematian perinatal.
3) PELAYANAN POSTNATAL
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung.
- MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
- PENATALAKSANAAN MEDIS
A. Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3.kerusakan neurologis.
4. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
Penting untuk resusitasi yang efektif :
1. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif
3. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.
4. obat-obatan dan cairan yang diperlukan.
- Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus
Prinsip resusitasi neonatus :
T (temperature), baru kemudian A-B-C-D
Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan resusitasi.
Penilaian status klinik
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
1. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar:
1. Nilai Apgar menit pertama 7 – 10 :
Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
2. Nilai Apgar menit pertama 4 – 6 :
Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.
3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang :
Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.
JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah.
Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :
1. zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan mengekspansi volume intravaskular.
2. jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata, pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA diberikan jika ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.
3. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.
Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah. Bila perlu lakukan kanulasi vena sentral untuk membantu menentukan balans cairan.
- Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi
Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.
Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Uji kembali efektifitas :
- Ventilasi
- Kompresi dada
- Intubasi Endotrakeal
- Pemberian epinefrin
Pertimbangkan kemungkinan :
- Hipovolemia
- Asidosis metabolik berat
Evaluasi
• Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?
• Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?
• Apakah bayi bernapas atau mennagis?
• Apakah tonus otot bayi baik?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.
Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke dalam salah satu tindakan berikut:
1. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)
2. Bernapas, yaitu dengan ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume
Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan.
Teknik Resusitasi (Tabel 5.1)
Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR (International Liaison Committee on Resuscitation) (Gambar 5.1).
Langkah Dasar
Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.
Mencegah hilangnya panas.
Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.
Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia.
Posisikan bayi.
Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi.
Suctioning.
Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.
Membersihkan jalan napas dari mekonium.
Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.
Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan
positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.
Stimulasi taktil.
Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.
Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik
Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.
Semua bayi baru lahir harus diperiksa:
1. Respirasi
2. Denyut jantung
3. Warna
Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.
Respirasi.
Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.
Denyut jantung.
Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali per menit.
Warna.
Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.
Pemberian oksigen.
Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.
Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.
Ventilasi
Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada waktu lahir. Ventilasi tekanan positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.
Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi. Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.
Ventilasi yang adekuat ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.
Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:
– kurang rapatnya sungkup dan wajah
– obstruksi jalan napas
– kurangnya tekanan inflasi
– oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)
CPAP atau PEEP selama resusitasi
Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.
Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi endotrakeal.
Kantong resusitasi.
Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.
Sungkup (Facemask).
Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1 dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.
Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:
1. cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.
2. hernia diafragmatika.
Intubasi Endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal adalah:
-ventilasi kantong dan sungkup yang tidak efektif
-dengan kompresi dada
-saat diperlukan suction trakeal
-hernia diafragmatika
-bayi dengan berat lahir sangat rendah
-untuk pemberian obat endotrakeal.
Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan rumus: “berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm. Intubasi oral dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm dan ukuran 1 untuk bayi aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah dan leher agak ekstensi. Operator berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis. Blade lalu diangkat untuk membuat kotak suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin diperlukan penekanan pada krikoid.
Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama di kedua aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang naik turun, dan terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap ekshalasi. Tiga hal yang harus dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia, bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera jaringan lunak, dan infeksi.
Kompresi dada.
Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100% oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan 100% oksigen.
Teknik Kompresi.
Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari. Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya menopang bagian belakang.
Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan kompresi dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1 ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.
Obat-obatan
Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan ventilasi yang adekuat. Obat-obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60 kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.
Rute pemberian.
Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah. Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini. Biasanya digunakan selang kateter ukuran 5 Fr. Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal.
Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders, naloxone dan sodium bikarbonat.
Volume expanders.
Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama oksigenasi, perfusi yang jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik dan tidak berespon pada resusitasi. NaCl 0,9% adalah cairan pilihan, dengan dosis 10 ml/kg IV selama 5 menit. Jika tanda-tanda hipovolemi menetap, pemberian volume expanders dapat diulang.
Naloxone.
Naloxone hidroklorida adalah antagonis narkotika yang diindikasikan untuk depresi napas berat pada neonatus dengan riwayat penggunaan narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum melahirkan. Bayi harus diventilasi dan mengalami perbaikan denyut jantung dan warna kulit sebelum diberi naloxone. Nalaxone tersedia dalam sediaan 0,4 mg/ml dan diberikan 0,1ml/kg IM atau IV.
Adrenalin.
Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah 30 detik dilakukan IPPV dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan standar adrenalin adalah 1:1000, ini diencerkan 10 kali hingga menjadi 1: 10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV bolus cepat. Obat ini memiliki efek inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat meningkat lebih dari 100/menit dalam 30 detik. Jika bradikardi menetap dapat diberikan ulang setelah 3-5 menit.
Sodium bikarbonat.
Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.
Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak berperan pada resusitasi neonatus.
Prosedur setelah resusitasi.
Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi. Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal. Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan pendukung sesuai indikasi, dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.
Hipotermia terinduksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak pada beberapa diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode ini. Penghindaran hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada prematuritas berat dan malformasi kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan penghentian atau malah tidak perlu dilakukan resusitasi.
Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan ventilasi selama 30 menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi.
PELAKSANAAN TINDAKAN RESUSITASI
A. Penilaian
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah
a. Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
Segera setelah bayi lahir
a. Apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas
b. Apakah bayi lemas atau tungkai
B. Keputusan
Putusan perlu dilakukan tindakan resustasi apabila :
a. Air ketuban bercampur mekonium
b. Bayi tidak bernafas atau megap-megap
c. Bayi cemas atau tungkai
C. Tindakan
Segera lakukan tindakan apabila :
a. Bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi BBL
1. Persiapan Resustasi BBL
Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kenaikan otak.
a. Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat pada ibu dan bayinya.
b. Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi tempat resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi
c. Persiapan alat
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
- 2 helai kain / handuk
- Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil
- Alat penghisap lendir delle atau bulu karet
- Tabung dan sungkap atau balon atau sungkup neonatal
- Kotak alat resusitasi
- Jam atau pencatat waktu.
Tabel 5.1. Peralatan resusitasi neonatal
• Permukaan meja resusitasi dengan alas yang cukup keras
• Sumber kehangatan dan cahaya
• Jam dengan pencatat waktu
• Oksigen
• Kain linen, kantung polietilen atau pembungkus yang hangat
• Sarung tangan
• Stetoskop
• Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)
• Facemask (ukuran 0 dan 1)
• Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir), flow-inflating bag atau T-piece device
• Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1), bohlam dan baterai cadangan
• Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)
• Stylet
• Nasogastric tubes (6, 8 Fr)
• Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai n(no. 23 dan 24)
• Kanul intravena, Kateter pembuluh umbilikalis
• Pita perekat, gunting
• Obat – larutan NaCl, naloxone, adrenalin (1:10.000)
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko syok hipovolemik.
2. Langkah-langkah Resusitasi BBL
a. Langkah awal
Sambil melakukan langkah awal
Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas dan minta keluarga mendampingi ibu.
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.
b. Jaga bayi tetap hangat
- Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.
- Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
- Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap
c. Atur posisi bayi
- Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong
- Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).
d. Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas
- Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.
- Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud.
• Cairan tidak teraspirasi
Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap
- Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa et)
e. Keringkan dan rangsang bayi
- Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :
• Menepuk atau menyentil telapak kaki
• Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
f. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi
- Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat diteruskan
- Atur kembali posisi terbalik kepala bayi sedikit ekstensi
g. Lakukan penilaian bayi.
- Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas
• Letakkan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
• Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya
- Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
1. Pasang Sungkup
Pasang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi
2. Ventilasi percobaan (2 x)
a. Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa memulai bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka dan bebas.
b. Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang maka :
- Periksa posisi kepla, pastikan posisinya sudah benar
- Perksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran
- Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)
3. Ventilasi Definitif (20 kali dalam 30 detik)
a. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air,m 20 kali dalam 30 detik.
b. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan.
4. Lakukan penilaian
a. Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca resusitasi
b. Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi
- Lakukan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya
- Evaluasi hasil ventlasi setiap 30 detik
- Lakukan penilaina bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca resusitasi.
Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 x untuk 30 detik berikutnya dan nailai haslnya setiap 30 detik.
c. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi
- Minta keluarga membantu persiapan rujukan
- Teruskan resusitasi sementara persiapan rujuakn dilakukan
d. Bila bayi tidak dirujuk
- Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
- Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak. Sehingga akan menderita kecacatan yang berat/meninggal
PENYULIT YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA RESUSITASI
Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.
Pneumotoraks
Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Kotak penilaian
Pada saat kelahiran ,anda harus bertanya pada diri sendiri lima pertanyaan mengenai bayi baru lahir. Pertanyaan-pertanyaan ini terdapat pada kotak penialian diagram. Jika jawabannya “ Tidak “ anda harus melanjutkan langkah resusitasi.
Kotak A ( jalan pernapsan ) .
Ini adalah langkah awal yang dilakukan untuk menjamin terbukanya jalan napas dan memulai resusitasi bayi baru lahir
• Berikan kehangatan
• Posisikan kepala untuk membuka jalan napas dan bersihkan jalan napas bila perlu
• Keringkan bayi, beri rangsangan untuk bernapas dan posisikan lagi untuk mempertahankan jalan napas terbuka.
• Beriak oksigen bila perlu.
Ingat ,seberapa cepat kita harus meniali bayi dan memberikan langkah awal resusitasi.Garis waktu diagram memperlihatkan bahwa keseluruhan langkah harus diselesaikan dalam 30 detik
Penilaian kotak A. Nilai bayi setelah 30 detik. Jika bayi tidak bernapas ( apnu ) atau frekuensi jantung dibawah 100 kali/ menit,anda harus melanjutkan ke kotak B
Kotak B ( pernapasan )
Bantu usaha napas bayi dengan ,memberikan ventilasi tekanan positif menggunakan balon dan sungkup selama 30 detik
Penilaian kotak B.
Setelah 30 detik pemberian ventilasi, anda harus menilai bayi kembali. Jika frekuensi jantung kurang dsari 60 kali / menit,anda harus melanjutkan ke kotak C
Kotak C( sirkulasi )
Bantu sirkulasi dengan memulai kompresi dada sambil tetap melanjutkan ventilasi .
Penilaian kotak c
Setelah 30 detik melakukan kompresi dada, anda harus melakukan penilaian bayi lagi.Jika frekuensi jangtung tetap dibawah 60 kali/ menit, anda harus melanjutkan kotak D
Kotak D ( obat-oabtan )
Berikan epineprin sambil teerus melanjutkan kompresi dada dan ventilasi
Penilaian kotak D
Jika frekuansi jantung tetap dibawah 60 kali/ menit.tindakan pada kotak C dan D dialnjutkan dan dapat diulang. Hal ini ditunjukkan dengan tanda panah saat frekunsi jantung meningkat di atas 60 kali / menit,kompresi dada dihentiakan.Ventilasi tekanan positif tetap duilanjutkan sampai frekuensi jantung diatas 100 kali/ menit dan bayi sudah bernapas spontan.
Perhatikan bagian-bagian penting pada diagram alur ini:
• Ada 2 frekuensi yang perlu diingat: 60 kali / menit dan 100 kali / menit . Pada umumnya , jika frekuensi dibawah 60 kali/ menit diperlukan langkah resusitasi tambahan. Jika frekuensi jantung diatas 100 kali / menit biasanya prosedur resusitasi dapat dihentikan.
• Tanda asteriks (*) pada diagram alur ini menunjukkan kapan nintubasi endotrakeal diperlukan. Bagan ini akan dijelaskan pada pelajaran selanjutnya.
• Garis waktu disamping diagram menunjukkan berapa lama resusitasi berlangsung langkah demi langkah. Jangan bertahan pada langkah yang sama setelah 30 detik jika bayi tidak menunjukkan perbaikkan . Segera lanjutkan pada langkah berikutnya sesuai diagram.
• Tindakan utama pada resusitasi neonatus ditunjukkan untuk memberikan oksigen pada paru-paru janin.( kotak A dan kotak B ) Bila hal ini dapat teratasi, frekuensi jantung, tekanan darah dan aliran darah pulmonal biasanya akan mengalami perbaikan dengan sendirinya. Walupun demikian, jika darah dan oksigen dalam jaringan sangat rendah maka isi sekuncup jantung harus dibantu dengan kompresi dada dan pemberian obat-obatan ( kotak C dan kotak D ) dalam upaya pengambilan oksigen di paru-paru.
Faktor resiko yang berkaitan dengan kebutuhan tindakan resusitasi neonatus:
Faktor antepartum
• Diabetes maternal
• Hipertensi dalam kehamilan
• Hiperten si kronik
• Anemia atau isoimunisasi
• Riwayat kematian janin dan neonatus
• Perdarahan p[ada trimester dua dan tiga
• Infeksi maternal
• Ibu dengan penyakit jantung, ginjal,para tyroid, ataun kelainan neurologi
• Polihydromion
• Oligohydromion
• Ketuban pecah dini
• Kehamila lewat waktu
• Kehamilan ganda
• Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
• Terapi obat-obatan seperti karbonatilium,magnesium, B bloker
• Ibu pengguna obat-obat bius
• Malformasi janin
• Berkurangnya gerakan janin
• Tanpa pemerikswaan antenatal
• Usia < 16 dan > 35
Faktor intrapartum
• Operasi saesar darurat
• Kelahiran dengan ekstraksi vakum
• Letak sungsang atau presentasi abnormal
• Kelahiran kurang bulan
• Persalinan presipitatus
• Chorioamnionitis
• KPD ( >18 jam sebelum persalinan
• Partus lama (> 24 jam )
• Kala 2 lama ( >2 jam )
• Bradiukardi janin
• Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
• Pengguna anestesi umum
• Tetani uterus
• Penggunaan obat narkotik dalam 4 jam / kurang sebelum persalinan
• Air ketuban hijau kental bercampur mekoneum
• Prolaps tali pusat
• Solutio placenta
• Solutio plasenta
• Plasenta previa
Mengapa bayi kurang bulan memiliki resiko lebih tinggi ?
Beberapa faktor resiko tersebut ini dapat menyebabkan bayi lahir kurang bulan ( prematur ) .Bayi kurang bulan mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun fisologi jika dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Karakteristik tersebut adalah :
• Tredapat kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan kesulitan pada saat memberikan ventilasi./
• Kulit yang tipis, lebih p[ermiabel, dan rasio yang besar antara luas permukaan kulit dibanding masa tubuh, dan kurangnya jaringan lemak kulit memudahkan bayi kehilangan panas
• Bayi seringkali lahir disertai infeksi
• Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah menyebabakan perdarahan pada keadaan stress.
Tindakan apa yang anda lakukan setelah resusitasi :
Bayi yang telah mendapat resusitasi akan mempunyai resusitasi akan mempunyai resiko mengalami gangguan setelah tanda-tanda vitalnya kembali pilih ke normal. Pada awal pelajaran ini anda telah mengetahui bahwa semakin lama bayi dalam keadaan membahayakan, semakin lama pula akan memberikan respon terhadap upaya resusitasi . Program rersusitasi neonatus ini akan merujuk perawatan pasca resusitasi pada tiga perawatan dibawah ini :
A. Perawatan rutin
Hampir 90 % bayi baru lahir merupakan bayi bugar tanpa faktor resiko dan bersih dari cairsn amnion. Mereka tidak perlu dipisahkan dari ibunya untuk mendapatkan langkah awal resusitasi. Pengaturan suhu tubuh akan didapatkan dengan meletakkan bayi di dada ibunya ,dikeringkan dan di tutupi dengan selimut yang kering .kehangatan tubuh akan dipertahankan melalui kmontak kulit bayi dengan kulit ibunya ( skin to skin contact) Membersihkan jalan napas atas dapat dilakukan bila diperlukan dengan membersihan mulut dan hidung bayi . sambil melakukan langkah awal seperti ini , pengalaman terus menerus terrhadap usaha napas , aktivitas dan warna kulit tetap dilakukan untuk menentukan perlunya tindakan tambahan.
B. Perawatan supportif
Bayi yang memiliki resiko prenatal dan intrapartum , dengan mekoneum pada air ketuban atau pada kulit ,gangguan usaha napas dan sianosis , memerlukan tindakan resusitasi saat lahir. Bayi-bayi ini harus dievaluasi dan ditanggani dibawah alat pemancar panas dan mendapatkan langkah awala dengan benar . Bayi semacam ini tetap memiliki resiko perburukkan yang berhubungan dengan masalah perinatal dan harus seringan dievaluasi selam masa neonatal ini .
C. Perawatan lanjut
Bayi yang mendapatkan ventilasi tekana positif atau tindakan lebih lanjut yang memerlukan tindakan terus menerus ,memiliki risiko yang berulang dan berisiko tinggi untuk mendapatkan komplikasi pada masa transisi.Bayi semacam ini pada umumnya harus ditanggani dalam ruanggan yang dapat dilakukan pengawasan dan monitoring terus menerus. Bila perlu, dirujruk ke unit perawatan intensif.
Bagaimana bayi memperoleh oksigen sebelum lahir:
Sebelum lahir ,seluruh oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan pada darah janin.
Setelah lahir, bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen .karena itu setelah beberapa saat paru-paru harus terisi oksigen dan pembuluh darah di paru-paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dam menyerap oksigen untuk di edarkan ke seluruh tubuh.
Perubahan yang terjadi pada saat kelahiran sehingga bayi mendapatkan oksigen dari paru-paru.
Secara normal ada tiga perubahan besar sesaat bayi lahir :
1. Cairan di dalam alveoli diserap ke dalam jaringan paru-paru dan diganti oleh udara .Oksigen yang terkandung dalam udara akan berdifusi ke dalam pembuluh darah disekeliling alveoli.
2. Arteri umbilikalis terjepit .keadaan ini akan menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dab meningkatkantekanan darah sistemik
3. Akibat tekanan udara peningkatan kadar oksigen di laveoli,pembuluh darah di paru-paru akan mengalami relaksasi. Keadaan relaksasi ini bersama dengan peningkatan tekanan darah sistemik,akan meningkatkan aliran darah pulmonal dan mengurangi aliran melalui duktus arteriosus. Oksigen dari alveoli akan terserap oleh meningkatnya aliran darah paru dan darah yang kaya oksigen akan kembali ke jantung kiri untuk kemudian di pompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
Pada saat kadar oksigen dalam darah meningkat dan pembuluh darah paru relaksasi, duktus arteriosus ke paru-paru dimana terjadi pengambilan oksigen lagi untuk disalurkan ke seluruh tubuh. Setelah proses transisi ini ,bayi bernapas dengan udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapat oksigen .tangisan pertama dan tarikan napas dalam merupakan suatu mekanisme yang kuat untuk menyingkirkan cairan dari jalan napas.oksigen dan tekanan udara pada paru-paru merupakan rangsan gan utama untuk realksasi pembuluh darah pulmonal.Pada saat oksigen sudah cukup masuk dalam darah, kulit bayi akan berubah dari abu-abu / biru menjadi kemerahan.
Kesulitan apa yang dapat terjadi selama masa transisi ?
Bayi dapat mengalami kesuliatn sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Jika kesuliatn terjadi didalam kandungan ,baik sebelum atau selama persalianan,biasanya akan menimbulkan gengguan padsa aliran darah di palsenta atau tali pusat.Tanda klinis awal dapat berupa deselarasi ( perlambatan ) frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lerbih banyak berkaitan dengan jalan napas.Duibawah ini adalah beberapa keadaan yang menyulitka pada masa transisi:
1. Bayi tidak bernapas dengan untuk menyingkirkan cairan dari alveoli atau ben da-benda asing ,seperti mekoneum yang mungkin menghambat udara masuk alveoli.Akibatnya paru-paru tidak terisi udara dan oksigen tidak dapat diserap olerh aliran darah.
2. Kehilangan darah yang banyak dapat terjadi atau kontraktilitas jantung melemah/terjadi bradikardi karena hipoksia sehingga peningkatan tekanan darah tidak terjadi ( hipotensi sistemik ).
3. Kekurangan oksigen atau kegagalan dari peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatakan arteriol di paru-paru tetap kontriksi. Arteriol-arteriol ini dapat terus kontriksi sehingga menhalangi oksigen untuk mencapai jaringan tubuh.( hipertensi pulmonal persisten ).
Keadaan bayi yang membahyakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis berikut:
1. Sianosis karena kekurangan oksigen didalam darah
2. Bradikardi karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
3. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,kehilangan darah,atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
4. Depresi pernapasan karena kekurangan oksigen pada otak.
5. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak dan otot.
Bagaiman bila bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam kandungan atau pada masa perinatal?
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnue primer.Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.
Walupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung , bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megap-megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan untuk proses penyelamatan.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.( kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki peride hipotensi ). Seringkali bayi pada fase antara apnu primer dan apnu sekunder.Seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelu atau selama persalianan.akibatnya saat lahir,sulit un tuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Frekunsi jantung dan respon pernapasan terhadap rangsangan akan m embantu anda untuk memperkirakan berapa lama keadaan ini telah berlangsung.sebagai gambaran umum, Semakin lama bayi dalam keadaan membahayakan,semakin lama pula tanda-tanda vitalnya pulih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi pertahun akan membaik melalui penggunaan teknik program resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 % memerlukan sebagian tindakan resusitasi . 1 % memerlukan resusitasi lengkap untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru janin berkembang didalam kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah paru janin masih kontriksi sehingga darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus ke aorta .Saat lahir , cairan dalam alveoli diserap jaringan paru dan diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan menyebabkan relaksasi arteri pulmonalis akan meningkat secara dramatis . darah akan menyerap oksigen dari udara ke alveoli dan darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi.
Kekuranggan oksigen pada paru-paru janin akan mengakibatkan kontriksi arteri pulmonal dan menghambat aliran darah arterial dalam oksigen . Pada awalnya aliran darah ke usus, ginjal, otot, dan kulit akan berkurang, akan tetapi aliran darah ke jantung dan otak tetap dipertahankan . kekuranggan oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan otak, kerusakan organ lain , atau kematian. Pada saat janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dan diikuti dan diikuti oleh apnue primer. Apnu primer akan dapat diatasi dengan rangsangan taktil. Jika oksigen tetap berlangsung akan terjadi apnu sekunder Frekuensi jantung akan berkurang ,tekanan darah juga akan menurun. Apnu sekunder tidak dapat diatasi dengan pemberian rangsangn, akan tetapi harus diberikan bantuan ventilasi.
Nilai apgar berguna untuk memberikan informasi mengenai status bayi secara keseluruhan dan respon terhadap resusitasi. Nilai ini tidak dipakai untuk menentukan kapan dan bagaimana memuilai resusitasi,langkah resusitasi yang diperlukan , atau kapan menggunakannya. Walaupun tidak semua, kebanyakan resusitasi pada neonatus dapat diantisipasi. Penting untuk menilai faktor risiko intra dan antepartum yang berhubungan dengan kebutuhan akan resusitasi.
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tenaga kesehatan harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. (Hudak dan Gallo, 1997).
Bayi kurang bulan merupakan bayi risiko tinggi yang memerlukan resusitasi karena :
• Paru-paru bayi kurang bulan kekuranggan surfaktan
• Bayi kurang bulan lebih mudah kehilangan panas
• Bayi kurang bulan dengan risiko infeksi yang besar
• Perdarahan pada otak bayi kurang bulan lebih mudah berdarah selama stress.
Semua bayi baru lahir memerlukan pengawasan yang ketat dalam hal usaha napas , aktivitas dan warna kulit . Perawatan pasca kelahiran terdiri dari tiga tingkatan , yaitu :
• Perawatan rutin : observasi standar
• Perawatan suportif : evaluasi yang sering
• Pearawatan lanjut : observasi yang terus menerus dan dimonitor di ruang perawatan.
Tindakan yang paling penting dan efektif pada resusitasi adalah memberikan oksigen pada paru-paru janin. Seluruh bayi baru lahir memerlukan penilaian awal :
• Apakah cairan amnion dan kulit bayi bersih dari mekonium?
• Apakah bayi baru lahir bernapas atau tidak ?
• Apakah bayi baru lahir mempunyai tonus otot yang baik ?
• Apakah warna kulitnya kemerahan ?
• Apakah bayinya cukup bulan ( 37 samapi 42 minggu ) ?
Jika jawabannya “ TIDAK “ maka resusitasi dimulai!!!!!!!!
Resusitasi dialkukan dalam periode waktu yang singkat :
• Anda disediakan waktu 30 detik untuk melihat respon pada setiap tahap resusitasi sebelum memutuskan langkah berikutnya
• Penilaian dan keputusan berdasarkan pada : pernapasan , frekuensi jantung, dan warna kulit.
Tahap-tahap resusitasi neonatus adalah :
1. langkah awal resusitasi :
• Berikan kehangatan
• Posisikan kepala dan bersihkan jalan napas bila perlu *
• Keringkan dan rangsang bayi untuk bernapas
• Nilai usaha napas ,frekuensi jantung dan warna kulit , dan berikan oksigen bila diperlukan .
A. Berikan ventilasi tekanan positif dengan balon resusitasi dan oksigen 100 %
B. Lakukan kompresi dada sambil tetap melanjutkan ventilasi *
C. Berikan epineprin sambil tetap memberika ventilasi dan kompresi dada*
\
B. Saran
1. Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini agar dapat melakukan penanganan segera
2. Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi gambaran pengalaman bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak merugikan untuk di masa yang akan datang .
3. Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif, kepada masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya menurunkan Angka Kematian Bayi.
0 comments:
Posting Komentar