Infolinks In Text Ads

Pengertian ASI matang

ASI matang adalah ASI yang dihasilkan ³ 21 hari setelah melahirkan dengan  volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat  laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua  200 – 400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata  volume ASI pada bayi dibawah usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 –  1200 gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003) volume ASI bayi  usia 4 bulan adalah 500 – 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 – 600 gr/hari,  dan bayi usia 6 bulan adalah 350 – 500 gr/hari.

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada  stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi.  Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :

1. Frekuensi Penyusuan

Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi
ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama  bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi  prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN,  1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2  minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang  cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini  direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal  setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan  stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

2. Berat Lahir

Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI.  Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan  dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat  erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik  yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan  hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14
hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan  mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).  Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama  penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan  mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

3. Umur Kehamilan saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini disebabkan  bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan  tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada  bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur  dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.

4. Umur dan Paritas

Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan  produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Lipsman et al (1985)  dalam ACC/SCN (1991) menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan  gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari  25 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari  keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali  (Zuppa et al, 1989 dalam ACC/SCN, 1991), meskipun oleh Butte et al (1984) dan  Dewey et al (1986) dalam ACC/SCN, (1991) secara statistik tidak terdapat  hubungan nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi pada ibu yang gizi baik.

5. Stres dan Penyakit Akut

Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi  produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan  berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut  diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya  kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI. Penyakit infeksi baik yang
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI.

6. Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon  prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan  adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi  Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan  penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun  demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih
menyusui 6 – 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak  perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai  insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan bahwa  ibu yang merokok lebih dari 15 batang   rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50%  lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan  yang tidak merokok.

7. Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu  merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain  etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan  merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan  ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg  mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989).

8. Pil Kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan  dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986  dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka  tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives,  1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil  progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu penimbangan berat badan  bayi sebelum dan setelah menyusui; dan pengosongan payudara. Kurva berat badan  bayi merupakan cara termudah untuk menentukan cukup tidaknya produksi ASI  (Packard, 1982). Dilihat dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3 sumber zat gizi  dalam ASI yaitu : 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari precursor yang ada  di plasma; 2) disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3) ditransfer secara
langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988). Protein, karbohidrat, dan lemak berasal  dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI, sedangkan  vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi  dan biokimia yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi  komposisi ASI. Komposisi ASI dapat dimodifikasi oleh hormon yang  mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).

Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah intik  pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan  status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau  negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar zat  gizi dalam ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI  diambil dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan  beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan secara langsung dan tidak  langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu penyusuan, status gizi  ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor non fisiologi meliputi aspek  lingkungan, konsumsi rokok dan alkohol (Matheson, 1989).

0 comments:

Posting Komentar