Hukum waris apa yang akan digunakan? Hukum waris dapat diartikan sebagai kumpulan peraturan, yang mengatur mengenai kekayaan (aktiva dan pasiva) karena wafatnya seseorang: yaitu mengenai pemindahan kekayaan (aktiva dan pasiva) yang ditinggalkan oleh si mati (pewaris) dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya (ahli waris), baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.
Adapun dasar hukum dari hukum waris dikenal beberapa aturan hukum, yaitu
1) Hukum Waris Adat,
2) Hukum Waris Perdata (Pasal 830 s/d 873 KUH Perdata), dan
3) Hukum Waris Islam (Al Qur’an S.2:180, 240; S.4:7, 9, 11,12, 19, 33, 176; 5.5:106, 108; 36: 50)
Untuk mempermudah pemahaman kita tentang perencanaan warisan, kita ingat dahulu beberapa istilah dalam hukum waris. Pewaris (ab intestato) adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan kekayaan (aktiva dan pasiva). Ahli Waris (ab intestaat) adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum. Mengenai kekayaan, baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang sebanding. Seseorang yang dapat dan menjadi ahli waris adalah karena diatur oleh undang-undang atau karena ditunjuk dengan wasiat.
Mengingat adanya beberapa aturan hukum yang mengatur masalah waris maka kita harus melihat identitas si pewaris. Pertama-tama, agama dari si pewaris. Apabila si pewaris beragama Islam maka penerapan pembagian waris menggunakan hukum Islam dalam. Apabila si pewaris beragama selain Islam maka penerapan pembagian waris tunduk pada hukum waris perdata. Dapat juga pewaris dan keluarganya menggunakan hukum waris adat, meski saat ini sudah jarang digunakan—kecuali di daerah-daerah yang kebiasaan/adatnya masih kuat.
0 comments:
Posting Komentar