Tetesan oksitosin pada persalinan adalah pemberian oksitosin secara tetes melalui infus dengan tujuan menimbulkan atau memperkuat his.
Indikasi pemberian oksitosin
1. Mengakhiri kehamilan.
2. Memperkuat kontraksi rahim selama persalinan.
Kontraindikasi pemberian oksitosin : induksi persalinan.
Cara pemberian oksitosin :
1. Oksitosin tidak diberikan secara oral karena dirusak di dalam lambung oleh
tripsin.
2. Oksitosin diberikan secara bucal, nasal spray, intramuskuler, dan intravena. (2,3)
3. Pemberian oksitosin secara intravena (drips/tetesan) banyak digunakan karena
uterus dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu dan bila perlu infus dapat
dihentikan segera.
4. Pemberian tetesan oksitosin harus dibawah pengawasan yang cermat dengan
pengamatan pada his dan denyut jantung janin.
Cara pemberian oksitosin dengan janin hidup : (4)
1. 5 IU oksitosin dalam 500 ml dekstrose 5%. Ini berarti 2 tetesan mengandung 1
mIU.
2. Dosis awal 1-2 mIU (2-4 tetes) per menit.
3. Dosis dinaikkan 2 mIU (4 tetes) per menit setiap 30 menit.
4. Dosis maksimal 20-40 mIU (40-80 tetes) per menit.
Untuk meningkatkan keberhasilannya bisa dilakukan amniotomi, striping of the membrane atau menggunakan balon kateter.
Cara pemberian oksitosin dengan janin mati : (5)
Teknik I :
1. Menggunakan 500 cc ringer laktat (1 botol).
2. Mula-mula dipakai 10 IU oksitosin dalam 500 cc ringer laktat.
3. Kecepatan tetesan 20 tetes per menit.
4. Bila tidak timbul kontraksi yang adekuat, dosis dinaikkan 10 IU tiap 30 menit
tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi yang adekuat dan
ini dipertahankan.
5. Dosis tertinggi yang dipakai 140 IU.
6. Bila dengan jumlah cairan tersebut (500 cc ringer laktat) tidak berhasil maka
induksi dianggap gagal.
Teknik II :
Botol I:
1. Mulai dosis 10 IU oksitosin dalam 500 cc ringer laktat.
2. Kecepatan 20 tetes per menit.
3. Bila tidak timbul kontraksi adekuat maka dosis dinaikkan 10 IU setiap habis 100
CC tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi yang adekuat
dan ini dipertahankan.
4. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol I 50 IU oksitosin. Bila belum timbul
kontraksi adekuat, langsung dilanjutkan dengan botol II.
Botol II :
1. Mulai dengan dosis 50 IU oksitosin dalam 500 cc ringer laktat.
2. Bila belum timbul kontraksi adekuat maka dosis dinaikkan 20 IU setiap habis
100 cc tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi yang
adekuat dan ini dipertahankan.
3. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol II adalah 130 IU oksitosin. Bila setelah
ke-2 botol tersebut kontraksi belum adekuat, induksi dianggap gagal.
Untuk meningkatkan keberhasilan maka dianjurkan :
1. Pemasangan laminaria sebelumnya (dilatasi serviks).
2. Melakukan amniotomi (bila memungkinkan).
Bila gagal, penderita diistirahatkan dan induksi diulangi lagi keesokan harinya.
Tetesan oksitosin dosis rendah : persiapan maupun cara pemberian sama dengan tetesan oksitosin dosis tinggi (teknik I), hanya disini dimulai dengan dosis oksitosin 5 IU dan bila tidak timbul kontraksi yang adekuat, dosis dinaikkan 5 IU setiap 30 menit, maksimal 70 IU.
Bila ditemukan water intoxication dengan gejala-gejala seperti kebingungan, stuporous, kejang dan koma maka tindakan-tindakannya :
- Tetesan segera dihentikan.
- Mengusahakan diuresis secepat dan sebanyaak mungkin.
Sebelum melakukan pemberian tetesan oksitosin terutama pada janin mati perlu dilakukan pemeriksaan proses pembekuan darah.
Daftar Pustaka
______________
1. Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
RSUP dr. Hasan Sadikin. Pemberian Tetes Oksitosin dalam Pedoman Diagnostik
dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. 1996 : 25-
26.
2. Petrie RH, William Am. Induction of Labor, in : Knuppel RA, Drukker JE, High Risk
Pregnancy : Obstetrical Decision Making. 2nd ed. Philadelphia, WB. Saunders
Company. 1996. 223-235.
3. Subhari S. Tinjauan Pustaka Klinis Farmakologis tentang Uterotonika. Bagian Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar 1970.
4. Satin AJ, Hankins GD. Induction of Labor in the Post Date Fetus, Clin Obstet and
Gynecol, 1989 : 269-276.
5. Tesno F, Djasmadi N. Penatalaksanaan Kematian Fetus dalam Kandungan (FKDK)
Prepartum. Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Update : 6 Maret 2006
Sumber :
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.
0 comments:
Posting Komentar