Harta bawaan adalah “harta benda milik masing-masing suami dan istri yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh sebagai warisan dan hadiah”
Tentang macam harta ini, UU Perkawinan pasal 35 ayat 2 mengatur, “Harta bawaan masing-masing suami dan istri serta dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-musing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”. Berdasarkan ketentuan ini, suami dan istri berhak memiliki sepenuhnya harta bawaannya masing-masing, asalkan tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Pernyataan yang sama juga diperkuat dalam KHI pasal 87 ayat 1.
Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta gono-gini. Suami/istri berhak mempergunakan harta bawaannya masing-masing dan juga dapat melakukan perbuatan hukum terhadapnya. Dasarnya adalah UU Perkawinan pasal 36 ayat 2, “Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya”. Hal senada juga dinyatakan dalam KHI pasal 87 ayat 2, “Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah, atau lainnya”. Artinya, berdasarkan ketentuan ini, harta bawaan yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan tidak bisa di-otak-atik oleh pasangannya yang lain.
Harta bawaan bisa saja menjadi harta gono-gini jika pasangan calon pengantin menentukan hal demikian dalam perjanjian perkawinan yang mereka buat. Atau dengan kata lain, perjanjian perkawinan yang mereka sepakati menentukan adanya peleburan (persatuan) antara harta bawaan dan harta gono-gini.
0 comments:
Posting Komentar