Jika kedua basis sudah dipasang pada relasi rahang yang tepat, peteknik dapat melakukan penyusunan gigi pendahuluan. Tahapannya memang bervariasi tetapi prinsip-prinsip berikut ini hendaknya ditaati.
1. Posisi gigi palsu harus disusun seperti posisi gigi aslinya. Posisi ini sulit diperoleh jika pasien sudah ompong lama dan sudah pernah memakai beberapa gigi tiruan. Foto did prapencabutan pasien yang sedang tersenyum dapat membantu peteknik yang terampil, seperti juga kritik dan komentar yang dilontarkan pasangan atau kerabat pasien sewaktu tahap percobaan. Model prapencabutan jika ada, akan sangat bermanfaat, khususnya dalam mengukur lebar antarkaninus dan antarmolar.
2. Panjang, ovegrlap, dan inklinasi insisivus atas harus disusun sesuai dengan klasifikasi skeletal dan untuk ini radiograf lateral tengkorak akan sangat bermanfaat terutama untuk mengukur sudut SNA-SNB. Bibir bawah harus menutupi sebagian gigi insisivus atas pada keadaan istirahat, untuk bibir yang normal.
3. Garis insisivus mandibula harus sudah sesuai untuk bicara maupun penampilan pada percobaan pertama dan dokter gigi harus slap melakukan perubahan pada tahap kunjungan ini.
4. Gigi kaninus pada kedua lengkung harus vertikal dengan hanya permukaan mesial yang terlihat. Kaninus atas tidak boleh lebih panjang daripada insisivus sentral dan sering kali disusun lebih pendek jika estetik, artikulasi serta garis bibir mandibula memungkinkannya. Lee (1962) telah menyusun standar praktis untuk penyusunan semua gigi palsu dengan mengaitkan prinsip estetik dengan fungsi yang baik.
5. Gigi kaninus bawah dan premolar harus kompatibel dengan aktivitas efek modiolus. Jika gigi-gigi ini bertentangan dengan aktivitas otot, gigi tiruan akan terungkit setiap kali otot bekerja. Gigi premolar kedua bawah harus disusun tegak lurus terhadap bidang oklusal.
6. Gigi molar dan premolar bawah harus disusun pada daerah dengan aktivitas minimal (zona netral) antara otot lidah dan pipi, serta di bawah konveksitas terbesar dari lidah. Peteknik dan dokter gigi harus bekerja sama dalam penyusunan ini. Akan sangat membantu jika hanya gigi molar pertama saja yang disusun pada percobaan pertama. Dengan cara ini akan lebih mudah melihat gigi tersebut ketika oklusi dan juga untuk mengubah posisinya.
7. Gigi-gigi molar atas harus disusun setelah itu dalam relasi klas I terhadap molar bawah karena gigi-gigi ini berfungsi paling efisien pada relasi tersebut. Jika relasi insisivusnya berupa klas II atau klas III, harus dilakukan kompromi dalam menyusun gigi premolar, seperti misalnya celah kecil atau premolar tambahan guna mempertahankan oklusi klas I bagi gigi-gigi molar. Gigi molar kedua atas sering dapat dihilangkan demi memperoleh artikulasi seimbang untuk gerak protrusi jika ada kendala dengan bidang oklusal yang datar (Gambar 12.5). Lidah harus bersandar dengan nyaman di tonjol lingual gigi-gigi posterior atas, sehingga akan memberikan kestabilan.
8. Gigi-gigi pada lingir. Untuk stabilitas, penyusunan gigi jangan dilakukan di atas lingir sisa. Bagian lingir ini, yang dahulunya diduduki oleh gigi-gigi asli, barangkali sudah terresorbsi dan faktor yang signifikan adalah zona yang sangat kekurangan dukungan pipi dan otot lidah.
9. Kontak tripod. Kemungkinan untuk mendapatkan oklusi yang paling stabil ini sangat tergantung pada pilihan gigi-gigi posterior yang digunakan. Oklusi akan lebih stabil bila digunakan gigi-gigi posterior “anatomis” yang disusun pada kontak tripod.
10. Porselen atau resin akrilik. Gigi-gigi posterior dari akrilik makin lama makin keras sehingga penggunaan gigi-gigi porselen untuk mendapat gigi tiruan yang lebih awet tidak lagi merupakan keharusan. Pasien yang mempunyai kebiasaan mengerotkan gigi-giginya akan membuat gigi-gigi porselennya menjadi aus sama seperti bila digunakan gigi akrilik. Selain itu, oklusi juga lebih sulit disesuaikan pada gigi porselen.
11. Artikulasi seimbang Karena setiap gigi disesuaikan dengan gigi antagonisnya, gerakkan lengan atas artikulator ke lateral dan retrusi sehingga memungkinkan gigi-gigi bawah bergerak protrusi. Gigi-gigi digerakkan sampai diperoleh keseimbangan. Untuk ini dibutuhkan peteknik yang terampil dan terlatih. Dokter gigi juga harus mengetahui prinsip-prinsip yang terlibat di sini, dan mampu bekerja sama dengan peteknik dalam menangani masalah artikulasi yang mungkin timbul. Prinsip ini dikenal sebagai lima faktor artikulasi, yaitu bimbingan kondilus, bimbingan insisal, bidang orientasi, kurva oklusal, dan ketinggian tonjol.
0 comments:
Posting Komentar