Infolinks In Text Ads

ALAT KONTRASEPSI (Keluarga Berencana)

A. Kontrasepsi Hormonal
1. Suntik KB (Injeksi DMPA); Injeksi DMPA adalah metode kontrasepsi paling populer di Indonesia. Kadar DMPA dalam darah relatif tidak berinteraksi dengan HAART. Mitchell dan Stephen (2004) menganjurkan agar suntikan KB tiga bulanan (12 minggu) dipersering menjadi setiap 10 minggu.
2. Pil Kombinasi Estrogen dan Progesteron; Perempuan pengidap HIV seringkali menggunakan pil kombinasi estrogen dan progesteron. Pil ini sangat efektif apabila digunakan secara tepat dan benar. WHO memasukkannya dalam kategori 1 yaitu tidak ada batasan apapun untuk menggunakan kontrasepsi pil kombinasi, termasuk pengidap HIV (tabel). Dianjurkan agar penggunaan pil kombinasi ini dengan dosis estrogen yang tinggi karena HAART akan menurunkan kadar estrogen.

3. Pil Progesteron; Pil ini menjadi pilihan bagi wanita yang tidak dianjurkan mengkonsumsi hormon estrogen, termasuk mereka yang masih menyusui. Angka proteksi kehamilan lebih rendah dibanding pil kombinasi, apalagi bila wanita tidak patuh dalam minum pil ini. Keterlambatan beberapa jam dari jadwal minum pil dapat menimbulkan kegagalan. Pil KB berisi progesteron yang terbaru telah beredar dengan nama Cerazette®, yang berisi desogestrel, dan memiliki angka kegagalan yang lebih rendah. Disamping itu, keterlambatan minum sampai dengan 12 jam tidak mengakibatkan penurunan kadar darah secara bermakna, sehingga tidak menimbulkan ovulasi.
4. Kontrasepsi koyok atau “patches”; Kontrasepsi koyok (nama dagang EVRA) adalah kontrasepsi yang menggunakan sistem pembawa norelgestromin dan ethinylestradiol secara transdermal yang dipakai setiap minggu. Apabila di pakai secara benar, khasiatnya sama dengan pil KB kombinasi.
5. Implant LNG; Perlu penggunaan kontrasepsi tambahan selain implan, khususnya untuk implan yang menggunakan ethonogestrel.
6. Kontrasepsi Darurat (ECP); Levonelle-2® dan Postinor ® adalah kontrasepsi darurat yang telah beredar dibeberapa negara, termasuk di Indonesia. WHO dan UNFPA merekomendasikan cara minum pil tersebut 2 tablet sekaligus, bukan seperti petunjuk lama tablet diminum dengan selang waktu 12 jam kemudian. Kontrasepsi darurat ini belum populer, apalagi dikalangan wanita pengidap HIV sehingga perlu di sosialisasi kepada mereka. Rekomendasi terkini dari FFPRHC (The Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care) menyebutkan bahwa perempuan pengidap HIV yang juga menggunakan HAART maka penggunaan 2 tablet secara langsung tidak cukup, sehingga harus minum tambahan obat 1 tablet lagi pada 12 jam berikutnya.

B. Kontrasepsi Barier
McKay (2007) menekankan bahwa kondom pria dan wanita memiliki khasiat ganda, yaitu untuk kontrasepsi dan pencegahan IMS.
- Kondom Pria; Dengan kondom pria, terbukti virus HIV dapat dicegah penularannya, atau lebih rendah risikonya dibanding jika tidak memakai kondom. Penyakit IMS lainnya juga dapat dikurangi penyebarannya dengan penggunaan kondom yang benar dan konsisten seperti penularan chlamydia, gonorrhea, herpes simplex, human papilomavirus dan virus type-2 (HSV-2).
- Kondom Wanita; Kondom wanita terbuat dari bahan polyurethane dan memiliki 2 cincin yang fleksibel, yaitu bagian yang menutup leher rahim dan bagian pintu masuk vagina. Angka kegagalan kondom wanita ini lebih tinggi dibanding kondom pria (5 dibanding 3%). Belum banyak bukti seberapa besar kemampuan kondom wanita ini untuk menurunkan risiko AIDS bagi perempuan.

C. Metode Barier lainnya
Metode kontrasepsi barier lain, seperti diapragma, cincin vagina, dan cervical cap tidak direkomendasikan untuk melindungi penyebaran HIV dan AIDS. Bahan pembunuh sperma (Spermicides) yang terbukti dapat digunakan untuk mencegah kehamilan ternyata tidak dapat mencegah penularan HIV.
1. IUD dan IUS ; Berdasarkan berbagai penelitian dalam 5 tahun terakhir, WHO merevisi rekomendasi penggunaan IUD pada perempuan pengidap HIV. Untuk semua jenis kontrasepsi bagi pengidap HIV, kecuali IUD digolongkan pada kategori 1, yaitu kontrasepsi yang dapat digunakan tanpa batasan atau larangan apapun. Kategori 2 bilamana dengan risiko tinggi terhadap infeksi HIV, wanita sudah mengidap HIV dan pengguna IUD yang terinfeksi HIV serta sedang berubah statusnya menjadi penderita AIDS. Demikian juga penderita AIDS yang secara klinis menunjukkan gejala membaik setelah diobati HAART, maka mereka juga dimasukkan pada rekomendasi kategori 2. Rekomendasi kategori 2 ialah metode kontrasepsi yang umumnya dapat dipakai, karena risikonya lebih rendah dibanding tidak memakai.
Pada kondisi lapangan yang sangat terbatas dalam melakukan keputusan klinis, maka rekomendasi WHO dapat disederhanakan kedalam dua (2) kategori. Kategori 1 dan 2 pada prinsipnya kontrasepsi dapat dipakai, sedangkan kategori 3 dan 4 prinsipnya alat atau obat kontrasepsi yang tidak dapat dipakai. Rekomendasi untuk IUD dengan kategori 3 bilamana diberikan kepada wanita dengan HIV positif dan akan memulai kontrasepsi dengan IUD.
Kesimpulannya adalah IUD dan IUS adalah kontrasepsi efektif, reversible, tidak terjadi interaksi dengan obat-obat ARV, tidak meningkatkan risiko dan tidak menyebabkan infeksi HIV. Hampir semua badan International sepakat bahwa IUD dapat digunakan oleh hampir semua perempuan mengidap HIV. Namun demikian, pengidap HIV masih tetap dianjurkan metode kedua (dual method) berupa kondom.
Upaya-upaya khusus perlu dilakukan untuk menghilangkan hambatan terhadap penggunaan IUD bagi perempuan pengidap HIV, termasuk hambatan psikologis, ketersediaan tempat dan petugas yang mampu melayani IUD.
2. Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode yang umumnya dipakai oleh pasangan yang usianya sudah diatas 40 tahun. Di Indonesia, metode sterilisasi belum populer seperti di negara maju, sehingga prevalensinya masih dibawah 10%. Meskipun pengembalian atau penyambungan kembali dimungkinkan, metode ini hendaknya diperlakukan seperti metode yang permanen. Dalam kaitannya dengan masalah HIV, metode vasektomi tidak menurunkan risiko trasmisi virus kepada pasangannya. Tingkat infeksi HIV juga tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah vasektoumi, tidak seperti halnya sunat (circumcition) yang telah terbukti menurunkan risiko tertular dan menularkan HIV.

Tabel : Kontrasepsi yang dianjurkan untuk wanita dengan HIV

Metode Kontrasepsi Kriteria WHO untuk wanita penderita HIV dan AIDS Keterangan
Pil Kombinasi Oral 1 Kategori 2 bila diobati ARV karena interaksi dengan obat kontrasepsi.
Pil Kombinasi Oral (estrogen dan progesterone) 1 Kategori 2 bila diobati ARV karena interaksi obat
Suntik KB (Depomedroxy progesterone acetate) 1
Kategori 2 bila diobati ARV karena interaksi obat
Kontrasepsi koyok (patch) 1
Tidak ada larangan apapun
Kondom
1
Karena meningkatnya risiko trasmisi dan memperoleh HIV
Spermisida
4
Kategori 2 bilamana diobati ARV karena interaksi obat
Cincin vagina (vaginal ring) 1
Kategori 3 : untuk pasien dengan AIDS yang klinisnya kurang baik.
IUD 2 Kategori 2 : Pada penderita AIDS klinis baik dan diterapi dengan ARV

Kriteria Kategori WHO untuk persyaratan penggunaan metode kontrasepsi (MEC) :
1. Tidak ada pembatasan apapun dalam menggunakan kontrasepsi.
2. Keuntungan memakai kontrasepsi lebih besar dari risiko yang ditimbulkan, metode boleh digunakan tetapi diperlukan follow-up.
3. Risiko secara teori, atau yang telah terbukti pada pasien lebih besar dari keuntungan yang diperoleh, maka metode tidak dianjurkan kecuali tidak ada metode lain yang cocok atau diterima.
4. Pada kondisi ini metode kontrasepsi tidak dapat digunakan.
(Hanny, Sumber : Kontrasepsi dan HIV, Dr. Siswanto A Wilopo, SU, MSc, ScD)

0 comments:

Posting Komentar