Infolinks In Text Ads

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (Sarwono, 1995 Hal 786).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704)
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan dalam rongga pleural; antara lapisan visera dan parietal (Susan Martin Tucker, 1998 Hal 265).


B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh–pembuluh darah kapiler, dan pembuluh–pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paru–paru dari dinding dada dan mediastinum.
Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yakni:
a. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celah–celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah sel–sel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat–serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial sebpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
b. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat–serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari A. interkostalis dan A. mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf–saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.

C. ETIOLOGI
Secara umum penyebab efusi pleura adalah sebagai berikut:
a. Pleuritis karena bakteri piogenik.
b. Pleuritis tuberkulos.
c. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal, seperti sirosis hati, pankreatitis, abses ginjal, abses hati, dll.
d. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi, seperti pada decompensasi kordis, emboli pulmonal dan hipoalbuminemia.
e. Efusi pleura karena neoplasma, seperti mesolioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, limfoma malignum.
f. Efusi pleura karena trauma, yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada dada, ruptur esophagus.
Efusi pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Eksudat dibedakan dari transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan dari berat jenisnya. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%, sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704).
Transudat terjadi pada:
a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya payah jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh.
b. Hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal, atau penekanan tumor pada vena kava.
Sedangkan penimbunan eksudat dapat disebabkan oleh:
a. Sekunder dari peradangan atau keganasan pleura.
b. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.

D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara pleura tersebut, karena biasanya disana hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis via sistem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotic. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial.

E. GAMBARAN KLINIK
Keluhan yang sering didapat adalah berupa sesak nafas, rasa berat pada dada serta keluhan/gejala lain penyakit dasarnya seperti: bising jantung (pada payah jantung), lemas yang progresif disertai berat badan yang menurun (pada neoplasma), batuk yang kadang–kadang berdarah pada perokok (karsinoma bronkus), tumor di organ lain (pada metastasis), demam subfebril (pada tuberkulosis), demam menggigil (pada emfisema), asites (pada sirosis hati), asites dengan tumor di pelvis (pada sindrom Meig).
Pada pemeriksaan fisis ditemukan: fremitus yang menurun, perkusi yang pekak, tanda–tanda pendorongan mediastinum, suara nafas yang menghilang pada auskultasi.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisis saja. Tapi kadang–kadang sulit juga, sehingga perlu dilakukan tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsi pleura.

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/DIAGNOSTIK
1. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru–paru sendiri. Kadang–kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
a. Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kekuningan (serous-xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksakan juga pada cairan pleura:
 Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis rheumatoid, dan neoplasma.
 Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleuran adalah: pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %.
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsy ulangan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor padan dinding dada (Sarwono, 1995 Hal 788).
4. Pemeriksaan cairan sitologi
5. Pewarnaan gram, kultur, dan sensitivitas cairan pleura

H. PENANGANAN
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga kulit keluar atau bila empiemanya multikular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine).
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) Bleomycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa dan lain-lain.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi antara lain:
a. Pneumotoraks.
b. Pneumonia.
c. Emfisema.

0 comments:

Posting Komentar