1.Fase inflamasi
Peristiwa awal yang terjadi pada penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, merupakan respons vaskuler dan seluler terhadap luka. Inflamasi dapat terjadi melalui aksi neutrofil, makrofag, dan limfosit yang di mediasi oleh growth factor dan mikrovaskuler dan perdarahan. Kemudian terjadi vasokonstriksi selama 5-10 menit yang diperantarai oleh epinefrin, prostaglandin, serotonin dan tromboxan. Vasokonstriksi menyebabkan luka menjadi pucat, mengurangi perdarahan, membantu agregasi platelet, dan menjaga agar komponen-komponen penyembuhan luka tetap berada dalam luka. Platelet yang diaktivasi oleh trombin akan melepaskan IGF-1, TGFα, TGFβ, dan PDGF, yang akan menyebabkan leukosit dan fibroblast berkumpul di dalam luka.
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-5. Segera setelah timbulnya luka, terjadi vasokonstriksi luka yang menghentikan perdarahan, dan darah dalam luka akan membeku. Dalam waktu 5 - 10 menit vasodilatasi lokal timbul dan plasma merembes dari venula kecil ke jaringan sekitarnya. Leukosit polimorfonuklear dan monosit makin kental dan melekat pada endothelium kapiler. Segera seteleh itu, sel akan berpindah dari kapiler serta memulai pembersihan sel rusak dan bekuan darah melalui proses fagositosis. Leukosit polimorfonuklear paling jelas terlihat selama tahap awal reaksi ini. Pada peradangan kronis, leukosit mononuklear merupakan fagosit dominan dan dapat bergabung membentuk sel datia. Pada fase inflamasi ini terdapat beberapa proses yang berlangsung yaitu hemostasis dan inflamasi.
2. Fase proliferasi atau fase fibroplasti
Fase proliferasi berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira¬-kira 3 minggu. Bersifat proliferasi dan pembentukan fibroblast yang berasal dari sel-sel mesenkhim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen yang terdiri dari asam-asam aminoglisin, prolin dan hidroksiprolil. Mukopolisakarida mengatur serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru akan dibentuk, diatur, mengkerut, yang tidak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil.
Pada fase ini luka diisi oleh sel radang fibroblast, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.
Epitel sel basal di tepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan ke permukaan yang rata atau yang lebih rendah, tak dapat naik.
Pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pen"dewasaan" penyembuhan luka.
3. Fase remodelling
a. Kolagen
Fase terakhir dan terlama dalam penyembuhan luka yaitu remodeling. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Proses utama yang terjadi yaitu remodelling kolagen yang dinamis dan pematangan jaringan parut. Penyimpanan kolagen pada hampir semua jaringan, termasuk luka merupakan keseimbangan antara aktivitas dan sintesis kolagen, dimana produksi dan degradasi ini berjalan terus menerus.
Remodelling kolagen selama fase ini bergantung pada berlangsungnya sintesis kolagen, dan adanya destruksi kolagen. Kolagenase dan matriks metalloproteinase (MMPs) terdapat pada luka untuk membantu pembuangan kolagen berlebihan pada sintesis kolagen baru yang berlangsung lama. Penghambat jaringan metalloproteinase membatasi enzim kolagenase ini sehingga terdapat keseimbangan antara pembentukan kolagen baru dan pembuangan kolagen lama.
Selama remodelling, fibronektin secara bertahap dan asam hyaluronat dan glikosaminoglikan akan digantikan proteoglikan. Kolagen tipe III digantikan oleh kolagen tipe I. Cairan diabsorbsi dari jaringan parut.
Fase remodelling atau fase resorbsi dapat berlangsung berbulan¬-bulan. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda radang sudah menghilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas dan tidak ada rasa sakit maupun gatal. Di sini proses kontraksi parut kelihatan dominan.
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang lebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel-sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal Hal ini kira-kira terjadi 3 - 6 bulan setelah penyembuhan.
b. Sitokin
Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh komunikasi untuk interaksi antar sel. Mereka mungkin juga berperan penting dalam jalur farmakologis klinis diberbagai tempat penatalaksanaan penyembuhan luka. Misalnya, sitokin tampaknya mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan barangkali juga mengendalikan proses keganasan. Sitokin merupakan protein non antibodi yang dilepaskan dari beberapa sel dan berfungsi sebagai mediator intraseluler. Sitokin terdiri dari limfokin dan interleukin.
FGF dasar (faktor pertumbuhan fibroblast) merupakan sitokin lain yang terikat pada heparin dan glikosaminoglikan yang mirip heparin. Sitokin ini merupakan suatu factor angiogenik yang kuat, menyebabkan migrasi sel epitel yang makin banyak, dan mempercepat kontraksi luka.
EGF (faktor pertumbuhan epidermis) adalah sitokin yang merangsang migrasi dan mitosis epitel. Sitokin ini dilaporkan dapat mempercepat reepitelisasi lokasi donor luka bakar.
II. Per Secundam
Proses penyembuhan ini terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Dapat dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi. Tujuan ini diperoleh dengan pembentukan jaringan granulasi dan kontraksi luka.
III. Per tertiam atau per primam tertunda
Disebut pula delayed primary closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi, kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi dan granulasi telah baik, baru dilakukan jahitan sekunder (secondary suture), setelah tindakan debridemen, dan diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4 - 7 hari).
IV . PENYEMBUHAN LUKA ABNORMAL
Keloid dan jaringan parut hipertropi.
Keloid adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan fibrosa padat yang biasanya terbentuk setelah penyembuhan luka pada kulit. Jaringan ini meluas melewati batas luka sebelumnya dan tidak mengalami regresi spontan dan cenderung tumbuh kembali setelah dilakukan eksisi. Keloid sulit dibedakan dengan scar hipertrofi, tetapi pada scar hipertrofik jaringan parut tidak meluas melampaui batas luka sebelumnya dan mengalami regresi spontan.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada timbulnya keloid sebagai berikut:
1. Herediter dan ras: pada bangsa negro lebih sering terjadi dibanding bangsa berkulit putih
2. Umur dan faktor endokrin : keloid sering timbul pada usia muda, perempuan dan kehamilan.
3. Jenis luka : keloid sering terjadi setelah adanya luka trauma karena bahan kimia, misalnya luka bakar, juga oleh proses peradangan yang lama sembuh.
4. Lokasi trauma : luka dan peradangan yang terjadi di daerah presterna, kepala, leher, bahu dan tungkai bawah lebih mudah terjadi keloid.
V . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
a. Faktor lokal:
1. Besar/lebar luka
Luka lebar atau besar biasanya sembuh lebih lambat dari luka kecil
2. Lokalisasi luka
Luka-luka yang terdapat di daerah dengan vaskularisasi baik (kepala dan
wajah) sembuh lebih cepat daripada luka yang berada di daerah dengan
vaskularisasi sedikit/buruk. Luka-luka di daerah banyak pergerakan (sendi
sendi) sembuh lebih lambat daripada di daerah yang sedikit/tidak bergerak
3. Kebersihan luka
Luka bersih sembuh lebih cepat dari luka kotor
4. Bentuk luka
Luka dengan bentuk sederhana sembuh lebih cepat. Misalnya vulnus ekskorisio atau vulnus scissum sembuh lebih cepat dari vulnus laceratum.
5. Infeksi
Luka terinfeksi sembuh lebih sulit dan lama..
b. Faktor umum:
1. Usia pasien
Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat dibandingkan pada orangtua.
2. Keadaan gizi
Pada penderita dengan gangguan gizi misalnya malnutrisi, defisiensi dan avitaminosis vitamin tertentu, anemia, kaheksia, dan sebagainya, luka sembuh lebih lambat.
3. Penyakit penderita
Pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, terutama yang tak terkendali, luka sukar dan lambat sembuhnya
0 comments:
Posting Komentar