Infolinks In Text Ads

Fokus Intervensi CVA (Stroke)

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
    1. Intervensi :
      1. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.
      2. Pantau tanda-tanda vital.
      3. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.
      4. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
      5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
      6. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.
      7. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).
      8. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis.
    1. Intervensi :
      1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
      2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.
      3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
      4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
      5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.
      6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
      7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
      8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
      9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
      10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).
  3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
    1. Intervensi :
      1. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.
      2. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.
      3. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.
      4. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.
      5. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.
      6. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).
  4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif.
    1. Intervensi :
      1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).
      2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
      3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.
      4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.
      5. Kaji dan pantau status nutrisi.
      6. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.
      7. Pastikan eliminasi yang teratur.
      8. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan (Tucker, 1998).
  5. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
    1. Intervensi:
      1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
      2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
      3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
      4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.
      5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.
      6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian pasien.
      7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
      8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
      9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
      10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
      11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.
  6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
    1. Intervensi :
      1. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.
      2. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.
      3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
      4. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.
      5. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan
      6. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
      7. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
      8. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
      9. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
      10. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges, 2000).
  7. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi.
    1. Intervensi :
      1. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.
      2. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.
      3. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.
      4. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
      5. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.
      6. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).
  8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi.
    1. Intervensi :
      1. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien.
      2. Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri.
      3. Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting.
      4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000)

0 comments:

Posting Komentar